Tuesday, 25 March 2025

Cerita Tentang Ayah yang Bikin Haru, Yuk Intip Rekomendasi Bukunya!

Hai hai! Gimana kabar di bulan Ramadan ini? Sekarang sudah di 10 hari terakhir Ramadan, gimana perasaannya? Sedih ya sebentar lagi mau meninggalkan Ramadan. Semoga masih bisa memaksimalkan lagi ibadah di hari-hari terakhir dan bisa mendapatkan Lailatul Qadar. Aamiin… 


By the way, sebelumnya aku pernah share buku-buku yang recommended dibaca oleh ibu. Nah, sekarang aku mau kasih rekomendasi buku yang oke kalau dibaca para ayah, ibu juga boleh baca kok 🙂. Menurutku kedua buku ini bisa dijadikan referensi bagaimana gaya parenting seorang ayah, atau bagaimana seorang ayah ingin diingat oleh anaknya kelak. 


Novel Ayah Karya Andrea Hirata 

Siapa sih yang nggak kenal Andrea Hirata? Penulis yang karyanya selalu best seller ini punya gaya menulis yang khas: puitis, mengalir, dan sering diselipi humor. Karakter dalam novelnya kuat dan relatable dengan kehidupan sehari-hari. Ceritanya juga sarat dengan budaya Melayu Belitong yang kental. Dan salah satu karyanya yang sangat menyentuh adalah novel Ayah.



Sinopsis Singkat  

Sabari adalah seorang pria yang dingin, susah jatuh cinta, tapi berhati lembut dan penuh kasih sayang. Awalnya dia tidak mau mengenal yang namanya cinta dan selalu sarkas saat kedua sahabatnya, Ukun dan Tamat membicarakan cinta. Namun, semuanya berubah saat dia bertemu dengan Marlena, seorang gadis cantik yang memberinya sebuah pensil setelah dia mengambil kertas jawaban Sabari saat tes masuk SMA. 


Akhirnya mereka masuk di SMA yang sama. Setiap hari Sabari semakin jatuh hati pada Lena dan dia selalu membuat puisi untuknya. Tapi sayang, Lena tidak pernah membalasnya dan selalu mengacuhkan Sabari karena dia bukan tipe idaman Lena. Singkat cerita, Sabari selalu berusaha berada di dekat Lena, hingga setelah lulus sekolah, dia mencoba bekerja di perusahaan batako milik Markoni, ayah Lena. 


Markoni adalah sosok ayah yang bertanggung jawab. Meskipun telah mengalami banyak kegagalan, tapi ia selalu berusaha untuk membuat anaknya tidak mengalami nasib yang sama sepertinya. Hal inilah yang membuat Markoni sedikit keras dan tegas pada anaknya, Lena. Tak jarang mereka beradu mulut dan argumen, dan puncaknya terjadi saat Lena terjerumus pada pergaulan bebas. 


Sabari yang masih memiliki perasaan pada Lena mengajukan diri untuk bertanggung jawab dan menikahi Lena yang telah mengandung, padahal bukan anaknya. Meskipun bukan anak kandung, Sabari sangat mencintai anaknya, Zorro, dan selalu berusaha untuk merawat serta membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Zorro telah merubah hidup Sabari dan menjadikannya ayah yang paling bahagia di dunia. Ia rela melakukan apa saja asal selalu bersama dengan Zorro. 


Namun, nasib baik tidak selalu datang pada Sabari. Lena menceraikan Sabari dan mengambil Zorro bersamanya untuk merantau dan hidup berpindah-pindah. Sedangkan Sabari menjadi orang yang hampir gila saat kehilangan Zorro. Hidupnya berubah dan tidak memiliki arah tujuan, mirip seperti orang linglung dan gila. Untungnya, kedua sahabat Sabari mencari Zorro dan akhirnya berhasil membawa Zorro kembali ke Belitong. 


Novel ini menghadirkan berbagai nuansa emosi, dari haru, humor, hingga kritik sosial yang dikemas dengan gaya khas Andrea Hirata. Dengan alur yang dinamis dan penuh kejutan, Ayah berhasil menyentuh hati pembaca dan menunjukkan bahwa kasih sayang seorang ayah adalah kekuatan yang luar biasa. Dalam cerita ini terasa sekali betapa beruntungnya Zorro memiliki ayah seperti Sabari yang rela berkorban, menjaga, dan merawat tanpa lelah hingga sang anak tumbuh menjadi anak yang pintar, memiliki empati dan kesabaran yang tinggi seperti ayahnya. 


Banyak hikmah yang bisa diambil dari cerita Ayah, bahwa Ayah bisa menjadi sosok yang tegas tapi bisa juga menjadi sosok yang lemah lembut, rela berkorban, dan ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya. Apa yang dilakukan Sabari bisa menjadi contoh bagaimana dia selalu ingin hadir di setiap momen dan membuat kenangan indah bersama Zorro serasa hari itu adalah hari terakhirnya bersama sang anak. 


Cerita ini juga masih kental dengan budaya Melayu di Belitong. Jadi pembaca juga bisa mempelajari sedikit budaya tutur lisan yang baik dari orang Belitong. Lebih menyenangkan lagi, dalam novel ini banyak berisi puisi yang ditulis dengan sangat indah, yang menunjukkan bahwa orang Belitong juga melek dengan puisi. 


Meskipun sarat makna dan moral, novel ini memiliki alur campuran sehingga menimbulkan sedikit ketidaknyamanan dalam membaca. Pembaca harus ekstra fokus agar paham cerita secara keseluruhan karena akan muncul banyak tokoh yang berbeda-beda di tengah cerita. 

Buku Terima Kasih Bapak Karya Yosay Aulia



Buku ini ditulis oleh Yosay Aulia, seorang penulis indie yang berbagi kisahnya tentang sang bapak. Buku ini mengangkat peran ayah dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anaknya, terutama tentang ketegasan, keberanian, dan kedisiplinan.

Dalam buku ini, Yosay menggambarkan kisah pribadinya dengan sang bapak. Meskipun menceritakan pengalaman pribadi, tapi buku ini berhasil membuat pembaca menyadari bahwa bapak bisa menjadi teladan bagi anaknya dalam hal ketegasan, keberanian, dan kedisiplinan. Selain itu, bapak bisa menjadi pembentuk karakter dan nilai kehidupan yang baik bagi anak-anaknya.


Yosay menyampaikan pengalamannya dengan sederhana dan mengalir, sehingga pembaca bisa merasakan bagaimana sosok bapak yang memberikan teladan atau contoh melalui segala sikap dan sifatnya. Pembelajaran hidup yang diwariskan sang bapak sangat membekas dan membentuk karakter baik pada Yosay saat ini. Dan sebagai pembaca, kita juga bisa mencontoh untuk terus mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang positif dan menjadi role model yang baik agar anak kita mendapatkan fondasi yang kuat untuk masa depannya nanti. 


Ayah, Sosok yang Tak Tergantikan

Masih banyak buku tentang ayah yang bisa dijadikan referensi cara pengasuhan yang baik bagi anaknya. Tapi, dari dua buku ini saja, kita bisa melihat betapa besar pengaruh seorang ayah dalam kehidupan anaknya. Baik itu Sabari yang penuh pengorbanan atau bapak Yosay yang disiplin dan tegas, mereka sama-sama menjadi pilar dalam keluarga.

Setiap ayah punya caranya sendiri dalam mencintai dan mendidik anak-anaknya, tapi yang terpenting adalah kehadiran mereka dalam setiap fase kehidupan sang anak. Dukungan, perhatian, dan kasih sayang seorang ayah akan menjadi bekal berharga yang membentuk karakter anak di masa depan.

Jadi, buat para ayah di luar sana, yuk lebih terlibat dalam kehidupan anak-anak kita! Seperti Sabari dan bapak dalam cerita di atas, cinta dan kehadiran ayah adalah anugerah yang tak ternilai harganya. 


Tuesday, 18 March 2025

Seni Bertahan Hidup dalam Menghadapi Perubahan sebagai Ibu

Pernah nggak sih, ngerasa hidup berubah total setelah jadi ibu? Dulu, tidur bisa nyenyak, makan bisa santai, dan kalau mau pergi tinggal ambil tas terus pergi! Tapi begitu punya anak, semuanya jadi beda. Tidur jadi kemewahan, makan pun sering harus buru-buru sebelum si kecil nangis.

Jadi ibu itu nggak ada manual book-nya, tapi satu hal yang pasti: kita harus siap menghadapi perubahan. Dan nggak cuma sekali, tapi berkali-kali, sepanjang perjalanan mengasuh anak. Karena anak nggak akan selamanya bayi, mereka tumbuh, berkembang, dan kebutuhannya juga ikut berubah.

Menjadi ibu adalah perubahan paling besar dalam hidupku—sakral, emosional, dan jujur saja, penuh kejutan! Sembilan bulan mengandung itu rasanya seperti naik roller coaster tanpa tahu kapan belokannya. Tubuh berubah, emosi naik turun, hormon kadang bikin mellow tanpa alasan. Tapi di tengah semua itu, ada satu tugas besar yaitu memastikan si kecil di dalam perut tumbuh sehat. Makan makanan bergizi, minum vitamin, rajin periksa ke dokter, dan tentu saja, bersiap untuk persalinan.

Tapi ternyata, perubahan nggak berhenti di situ. Begitu bayi lahir, hidup terasa jungkir balik! Ibu harus siap memberi ASI tiap tiga jam, begadang jadi rutinitas, dan rasanya waktu buat diri sendiri hampir nggak ada. 

Aku ingat betul saat melahirkan anak pertama di 2018, jauh dari keluarga di tanah rantau, hanya mengandalkan suami sebagai support system utama. Untungnya, waktu tinggal di Groningen aku bertemu banyak pelajar Indonesia dan diaspora yang jadi ‘keluarga’ baru. Dari mereka, aku belajar banyak tentang cara merawat bayi, berbagi pengalaman, dan tentu saja, saling menguatkan.

Aku dan si Kakak saat masih di Groningen. Sumber: dokumen pribadi

Pengalaman melahirkan anak kedua di 2022 pun berbeda. Saat itu aku di Indonesia, dekat dengan keluarga, tapi justru suami yang nggak bisa menemani karena masih dalam perjalanan pulang dari konferensi di Prague. Rasanya? Campur aduk! Setiap kelahiran punya cerita sendiri, tapi satu hal yang aku pelajari: jadi ibu itu bukan soal ‘siap atau tidak’, tapi soal bagaimana kita terus belajar dan beradaptasi dengan setiap perubahan yang datang.

Momen lebaran pertama setelah lahiran Adik. Sumber: dokumen pribadi

Kenapa Ibu Harus Selalu Siap Beradaptasi?

Seiring waktu, anak tumbuh dan berkembang, dan itu berarti kebutuhan serta pola pengasuhannya pun ikut berubah. Cara menenangkan bayi yang nangis jelas beda dengan cara menghadapi anak dua tahun yang lagi tantrum. Begitu juga ketika mereka masuk sekolah atau remaja—tantangannya semakin beragam dan sering kali bikin ibu harus putar otak.

Kalau kita terus keukeuh pakai cara lama tanpa beradaptasi, bisa-bisa kita malah merasa kewalahan atau bahkan berpikir kalau kita gagal jadi ibu. Padahal, bukan kita yang gagal—hanya saja, metode yang kita pakai mungkin butuh sedikit upgrade.

Jadi ibu itu ibarat sekolah tanpa kelulusan. Setiap hari ada aja pelajaran baru tentang memahami sikap dan emosi anak, jadi tempat ternyaman buat mereka, sekaligus jadi role model yang bisa mereka andalkan. Itulah kenapa, kemampuan beradaptasi itu penting banget! Dengan terus belajar dan fleksibel dalam menghadapi perubahan, kita bisa tetap memberikan stimulasi yang tepat sesuai dengan usia anak, supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan maksimal.

Tips Supaya Ibu Nggak Kewalahan Menghadapi Perubahan

Setiap ibu punya caranya sendiri dalam menghadapi perubahan, tapi ada beberapa hal yang bisa bikin perjalanan ini lebih ringan:

  1. Jangan takut untuk belajar lagi dan lagi
    Di era digital sekarang, ilmu parenting itu gampang banget diakses. Bisa dari buku, webinar, komunitas ibu, nyari langsung dari google, atau sekedar curhat sama teman. Bahkan sekarang banyak banget aplikasi dari expert yang bisa diakses secara gratis dan menyediakan informasi seputar parenting dan tumbuh kembang anak. Kita juga sekarang sudah bisa plotting chart tumbuh kembang anak di aplikasi tersebut. Memang sudah saatnya ibu terus belajar dan bertumbuh menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dan jangan ragu untuk terus mencari apa yang paling sesuai dengan kondisi diri kita dan anak karena nggak ada satu metode pengasuhan yang cocok untuk semua anak.

  2. Nggak ada ibu yang sempurna dan itu nggak masalah
    Di media sosial, kita sering lihat ibu-ibu yang sepertinya selalu sabar, rumah rapi, anak-anaknya nurut. Tapi kenyataannya? Semua ibu pasti punya momen berantakan. Jadi kalau lagi capek, nggak apa-apa. Ambil napas, istirahat sebentar, dan jangan terlalu keras sama diri sendiri. Jadi ibu bukan tentang kesempurnaan, tapi tentang kesungguhan untuk terus belajar, be present, dan kasih sayang tulus untuk anak-anaknya.

  3. Punya support system itu penting banget!
    Nggak harus semua di tanggung sendiri ya, Bu! Ada suami, keluarga, teman, atau komunitas ibu yang bisa diajak ngobrol. Kadang sekadar curhat ke sesama ibu bisa bikin hati lebih lega. Jangan ragu buat minta bantuan, ya!

  4. Jangan lupa “Me time”
    Seberapa sering kita lupa makan karena sibuk urus anak? Atau nunda mandi sampai si kecil tidur? Ingat, ibu yang bahagia bakal lebih mudah menghadapi tantangan. Luangkan waktu buat diri sendiri, walaupun cuma 10-15 menit sehari buat ngopi, nonton drama, baca buku favorit, atau sekadar duduk tanpa gangguan. Sebelum mengisi tangki cinta anak, kita wajib mengisi tangki cinta diri sendiri dulu, agar emosi ibu lebih terkendali dan jadi ibu yang bahagia. 

  5. Fokus pada hubungan, bukan hanya aturan
    Terlalu sibuk mengatur ini-itu, kadang kita lupa buat menikmati momen sama anak. Jangan sampai kita terlalu mikirin jadwal tidur atau aturan makan sampai lupa menikmati pelukan mereka, dengerin cerita mereka, atau sekadar ketawa bareng. Teruslah hadir di momen spesial anak dan bangunlah bonding yang kuat agar kita bisa jadi orang tua yang dirindukan.

  6. Fleksibel itu kunci!
    Anak yang tadinya suka makan sayur, tiba-tiba menolak. Yang dulu seneng main di rumah, sekarang pengen eksplor ke luar. Perubahan ini wajar banget! Jangan kaget kalau tiba-tiba metode parenting kita harus di-update.

  7. Rayakan setiap perubahan

Daripada pusing menghadapi perubahan, coba lihat dari sisi positifnya. Anak yang dulu nggak bisa ngomong, sekarang udah bisa cerita banyak hal. Yang dulu selalu nempel, sekarang mulai mandiri. Perubahan ini tanda mereka tumbuh, dan kita juga ikut berkembang sebagai ibu.

Penutup

Jadi ibu itu perjalanan panjang yang penuh tantangan, tapi juga banyak keindahannya. Aku sadar masih harus banyak belajar dalam membersamai si Kakak yang mau berusia 7 tahun dan Adik yang mau berusia 3 tahun. Semakin bertambah usianya, tantangan akan semakin berat. Dan sebagai ibu aku harus punya bekal fisik, mental, serta ilmu untuk terus bisa bertahan menghadapi perubahan yang ada. Dengan begitu aku juga bisa berkembang dan bertumbuh sebagai seorang ibu. Tetaplah terbuka, fleksibel, dan jangan lupa untuk bahagia! 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog.


Tuesday, 4 March 2025

Ramadan Tetap Produktif: Tips Jitu Menjaga Energi dan Ibadah

   Kreasi menyambut Ramadan, sumber: dokumen pribadi.

Hai hai, hari ini kita sudah memasuki hari keempat di bulan suci Ramadan 1446 H. Semoga teman-teman semua diberi kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasanya. Aamiin.

Jangan lupa untuk selalu bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk berjumpa dengan bulan penuh berkah ini. Semoga Ramadan kali ini bisa menjadi momen untuk lebih memaksimalkan ibadah dan meningkatkan keimanan.

Ramadan dan Momen Berkesan

Setiap Ramadan selalu membawa suasana yang berbeda, ya? Entah dari kondisi cuaca, lingkungan, hingga situasi pribadi. Seperti tahun ini, aku menjalani separuh Ramadan hanya bersama anak-anak karena masih dalam fase LDM—suami bekerja di Banyuwangi, sementara aku dan anak-anak tetap di Surabaya karena sekolah mereka.

Meskipun ini bukan pertama kalinya kami menjalani Ramadan berjauhan, tetap saja awal-awalnya terasa sedikit "jet lag". Apalagi beberapa hari ini anak-anak sedang kurang sehat, jadi mood pun ikut terpengaruh. Tapi aku percaya, Ramadan adalah momen untuk terus bersyukur dan mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk menjalani bulan ini dengan lebih baik dan lancar. Aamiin.

Ramadan dalam Kenangan: Berpuasa di Tengah Pandemi

Salah satu Ramadan yang paling berkesan bagiku adalah saat pandemi COVID-19 di tahun 2020. Saat itu, pertama kalinya aku bisa menjalankan puasa bersama suami secara penuh karena lockdown membuat semua aktivitas dilakukan dari rumah.

Waktu itu, aku juga sedang menemani suami yang menempuh studi S3 di Groningen, Belanda. Berpuasa di negeri orang tentu berbeda dengan di Indonesia. Durasi puasa lebih panjang, sekitar 15-16 jam karena Ramadan jatuh di musim semi. Untungnya, suhu udara relatif nyaman, berkisar antara 18-24°C.

Yang paling terasa adalah suasana Ramadan yang sepi. Tidak ada penjual takjil, tidak ada euforia buka bersama, bahkan tarawih di masjid pun ditiadakan karena lockdown. Semua harus dilakukan sendiri. Tapi justru karena itu, Ramadan terasa lebih intim—lebih banyak waktu bersama keluarga dan lebih fokus pada ibadah.

Sekarang, lima tahun telah berlalu, dan alhamdulillah kita bisa kembali menjalani Ramadan dalam kondisi yang lebih normal. Banyak hikmah yang bisa diambil dari setiap pengalaman, termasuk bagaimana kita bisa tetap produktif di bulan Ramadan, terlepas dari kondisi yang ada.

Tips Ramadan Tetap Produktif

Ramadan adalah bulan penuh berkah dan kesempatan bagi kita untuk meningkatkan ibadah tanpa mengorbankan produktivitas. Mau sedang LDM, merantau, atau bersama keluarga, kita tetap bisa mengatur waktu dengan baik agar tetap bertenaga dan semangat. Nah, berikut beberapa tips yang bisa dicoba:

1. Buat Target Harian

Ramadan adalah waktunya untuk lebih fokus pada ibadah, tapi pekerjaan dan aktivitas lain juga harus tetap berjalan. Untuk itu:

  • Susun to-do list harian berdasarkan prioritas.

  • Buat target ibadah yang jelas, misalnya membaca 1 juz Al-Qur’an per hari, salat rawatib, atau sedekah harian.

  • Gunakan Ramadan tracker agar lebih termotivasi dalam menjalankan ibadah.

2. Atur Pola Tidur yang Baik

Waktu tidur pasti berkurang karena harus bangun sahur dan ibadah malam. Supaya tetap segar:

  • Tidur lebih awal agar mendapatkan istirahat cukup.

  • Manfaatkan power nap (tidur siang 20-30 menit) untuk mengisi ulang energi.

3. Konsumsi Makanan Bergizi

Agar tetap bertenaga selama berpuasa:

  • Sahur: Pilih makanan tinggi serat dan protein seperti oatmeal, telur, dan buah agar kenyang lebih lama.

  • Berbuka: Hindari makanan berlemak berlebihan dan awali dengan kurma untuk mengembalikan energi.

  • Minum air putih yang cukup untuk menghindari dehidrasi.

4. Tetap Aktif dengan Olahraga Ringan

Meskipun puasa, tubuh tetap butuh bergerak. Coba:

  • Jalan santai atau yoga setelah berbuka untuk menjaga kebugaran.

  • Hindari olahraga berat di siang hari agar energi tidak cepat habis.

5. Kurangi Distraksi dan Fokus pada Produktivitas

Agar Ramadan lebih bermakna:

  • Batasi penggunaan media sosial yang tidak perlu.

  • Gunakan teknik kerja seperti Pomodoro (bekerja 25 menit, istirahat 5 menit) agar tetap fokus.

Dengan menerapkan tips ini, kita bisa menjalani Ramadan dengan penuh berkah, tetap sehat, dan semakin dekat dengan tujuan spiritual kita. Yuk, manfaatkan momen spesial Ramadan ini untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi!