Tuesday, 19 December 2023

Merantau Siapa Takut? Tips Supaya Merantau Nggak Bikin Galau

Merantau adalah sesuatu hal yang baru bagi Anis, si anak rumahan yang dari lahir nggak pernah ninggalin kota kelahirannya (read Bandung). Nggak pernah ngebayangin harus pergi dalam waktu yang cukup lama atau bahkan pindah tempat tinggal dari kota kelahiran. 

Tapi ternyata, dengan merantau kita bisa melihat sejauh mana kita bisa bertahan dan beradaptasi dengan lingkungan baru dan juga melatih kemandirian. Ini jadi hal yang menarik dan tantangan baru buatku, si anak yang nggak pernah jauh dari orang tua. 

Merantau pertamaku adalah saat aku kuliah S2 di ITB dan mendapat beasiswa untuk riset selama 6 bulan ke University of Groningen di Belanda tahun 2014. Wah nih nggak tanggung-tanggung merantau nya langsung beda benua, gimana nih bisa nggak ya, nanti disana apa bisa menyesuaikan, dan masih banyak pertanyaan lainnya. 

Beruntungnya aku pergi kesana bersama ketiga temanku, jadi aku masih punya teman diskusi dan tidak merasa sendiri saat di rantau. Terlebih lagi ini juga durasinya tidak terlalu lama, hanya 6 bulan saja. Akan tetapi, bagi orang yang tidak pernah merantau ini jadi tantangan yang cukup bikin hati gelisah (ceileh hehe) dan jadi overthinking

Satu bulan pertama adalah masa-masa yang paling berat, kenapa? Karena di bulan tersebut kami harus menyesuaikan diri dengan suhu yang sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Kebetulan kami pergi ke sana sekitar akhir Desember 2014 jadi disana sedang musim dingin. 

Suhu yang rendah, bisa dibawah 5 derajat bahkan sampai minus, harus kami lalui setiap hari. Tapi di balik itu semua ada hal menyenangkan yang kami alami yaitu bisa melihat dan merasakan salju untuk pertama kalinya, bener-bener terkesima hehe. 

Sumber: www.freepik.com

Bulan berikutnya kami sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan penelitian pun sudah berjalan, jadi kami disibukkan dengan kegiatan masing-masing di kampus. Tapi, tak dipungkiri kalau kami pun sesekali merasa homesick (rindu rumah) karena tidak bisa bertemu keluarga. Untungnya di sana banyak teman sesama pelajar Indonesia yang membawa keluarga juga, terutama yang sedang sekolah S3. 

Tak jarang kami datang ke salah satu rumah keluarga Indonesia untuk makan bersama dan silaturahmi. Jadi kami merasa mendapatkan keluarga baru disana. Perhimpunan pelajar Indonesia di Groningen (PPIG) pun guyub sehingga kami sering mengikuti acara yang diadakan oleh PPIG bahkan beberapa kali menjadi panitia acaranya. 

Sumber: Dokumentasi pribadi

Merantau kedua adalah saat menemani suami sekolah S3 di Groningen, kota yang sama saat aku riset S2 dulu. Aku memang bertemu suamiku disana saat dia S2 juga, cerita pertemuan kami bisa dibaca di sini

Aku datang ke Groningen lagi sekitar Agustus 2017 saat sudah berstatus istri mahasiswa PhD. Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalau harus kembali merantau jauh dari sanak keluarga. Tapi, bedanya sekarang aku sudah berkeluarga jadi rasanya semua akan lebih mudah. Nyatanya tetap saja banyak tantangan baru yang harus aku lalui. 

Kali ini adaptasi cuaca sudah bukan hal yang ku khawatirkan, kegiatan apa yang bisa kulakukan sambil menemani suami sekolah. Persiapan untuk sekolah s3 lagi juga sebenarnya ada dalam plan kami, akan tetapi masih banyak yang perlu kupersiapkan. 

Lalu hadirlah malaikat kecil dalam kehidupan kami. Perlu penyesuaian dengan peran sebagai ibu baru ditambah dengan kondisi kami yang harus LDM, membuatku memutuskan untuk fokus pada keluarga. 

Hari-hari bisa kulalui dengan baik berkat bantuan dari teman-teman sesama perantau. Mereka ringan tangan untuk selalu membantu saat ada yang kesusahan. Menemani disaat merasa kesepian dan mengajarkan banyak hal dari berbagai latar belakang yang berbeda. 

Aku pun jadi semakin terbuka dengan keberagaman, termasuk terbuka dengan budaya dan lingkungan baru di negara yang jauh dari tradisi kita, tapi tetap menjunjung tinggi nilai agama dan budaya kita. Belajar untuk saling bertoleransi dengan sesama dan belajar menempatkan diri serta merasakan menjadi minoritas.

Satu hal yang menarik lainnya dari merantau adalah berani mengambil kesempatan. Saat itu akhirnya aku memberanikan diri untuk membuka pesanan berbagai makanan atau cemilan Indonesia bagi para pelajar atau warga Indonesia yang kangen dengan masakan Indonesia. 

Termasuk saat Idul Fitri pun aku beranikan diri untuk membuat pesanan kue kering. Hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, bahwa aku bisa melakukannya. Tentunya semua didukung oleh akses bahan makanan halal yang mudah, fasilitas yang memadai, dan dukungan dari suami. 

Sumber: Dokumentasi pribadi

Merantau yang ketiga adalah saat kami kembali ke Indonesia dan aku harus mengikuti pekerjaan suami untuk bertugas di Surabaya. Mungkin seharusnya merantau kali ini akan terasa lebih mudah. Terlebih lagi akses dengan bahan makanan yang halal, banyak warung berjualan dengan harga terjangkau, dan kemudahan2 lainnya. 

Tapi dibalik itu semua, tetap saja pindah ke kota yang belum pernah sama sekali kita tinggali ada tantangan tersendiri. Terutama di kota besar seperti Surabaya ini. Jalanan yang ramai dan besar membuatku harus lebih berhati-hati ketika berkendara. 

Suhu yang lebih panas pun menjadi tantangan lain yang harus diadaptasi dengan baik. Tapi, semoga pengalaman-pengalaman sebelumnya bisa menjadikanku untuk lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan dan lebih kuat dalam menghadapi segala tantangan. 

Nah, berikut ada beberapa tips supaya merantau nggak bikin galau.

1. Mencari teman dengan bergabung di komunitas

Merantau membuat kita tidak leluasa untuk bercengkrama dengan teman lama. Tapi, tidak ada salahnya untuk menemukan teman baru. Bahkan kita bisa mencari teman melalui komunitas yang memiliki value atau minat yang sama dengan kita. Dengan bergabung di komunitas pun kita bisa menambah networking meski tak harus tatap muka.

2. Rajin bersilaturahmi dengan tetangga

Pernah dengar ungkapan ‘tetangga adalah saudara terdekat’? Ungkapan tersebut memang benar adanya, karena tetanggalah yang rumahnya bersebelahan dan sering membantu kita jika mengalami kesulitan. Dalam Islam pun banyak ayat atau hadits yang membahas bagaimana kita harus berperilaku baik terhadap tetangga, termasuk sering bersilaturahmi dan memberi/memuliakan tetangga. 

3. Tetap jalin komunikasi dengan orang tua /saudara di kota asal

Kunci untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan keluarga adalah komunikasi yang baik. Begitupun dengan orang tua atau saudara kita. Supaya orang tua tidak cemas dan khawatir, seringlah menelpon meski hanya bertanya kabar dan basa-basi. 

4. Atur keuangan sebaik mungkin supaya memiliki tabungan

Saat hidup merantau, kita pasti membutuhkan pengeluaran yang lebih banyak dibandingkan saat tinggal bersama orang tua. Sedangkan mungkin pendapatan yang kita miliki tidak juga bertambah. Maka ada baiknya kita belajar berhemat dan mengatur sebaik mungkin keuangan dan usahakan menyisihkan uang untuk menabung.

5. Belajar adaptasi dan menempatkan diri dalam segala situasi lingkungan 

Lingkungan yang berbeda dengan tempat tinggal kita sebelumnya membuat kita perlu beradaptasi. Budaya dan kebiasaan di tempat baru harus betul-betul dipahami supaya bisa menyesuaikan diri dan menghormati penduduk dan lingkungan kita tinggal sekarang. 

Itulah beberapa tips merantau anti galau yang bisa kamu coba dan praktikkan. Semoga bisa membantu ya! 🙂


No comments:

Post a Comment