Monday, 21 August 2023

Kota Pertemuan

Sumber: www.wikipedia.com

Groningen adalah kota pelajar yang terletak di ujung utara Belanda dengan populasi sekitar 231.299 jiwa (https://id.wikipedia.org/wiki/Groningen_(Groningen)). Kota ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil untuk dikelilingi dan memiliki lingkungan yang sangat nyaman untuk belajar karena memang dikenal sebagai kota pelajar. Groningen ini memiliki international student yang cukup banyak, salah satunya dari Indonesia. Banyak sekali warga Indonesia yang menimba ilmu disini. Kali ini ternyata aku berkesempatan untuk melakukan research study di Groningen. Program ini merupakan kerjasama antara ITB dan University of Groningen (RUG), dimana mahasiswa-mahasiswa terpilih dari ITB yang lolos seleksi yang dilakukan oleh RUG akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelitian di kampus mereka secara gratis. Aku bersama tiga teman lainnya yang lolos seleksi berangkat ke Groningen sekitar akhir tahun 2014 dan akan tinggal di Groningen selama kurang lebih enam bulan.

Ini adalah pertama kalinya bagiku untuk tinggal jauh dari orang tua, jadi bener-bener sebagai latihan kemandirian dan latihan menjadi seorang istri (karena harus mulai masak sendiri, maklum ga pernah masak di rumah hehe). Pada saat berangkat tidak pernah menyangka akan bertemu jodoh di kota Groningen ini, tapi memang sempat terbersit untuk mencari jodoh disana. Akan tetapi, karena kesibukan dan lain hal jadi keinginan untuk mencari jodoh pun di nomor terakhirkan. Sampai suatu ketika, sekitar bulan Januari akhir aku tanpa sengaja bertemu dengan seseorang lelaki dalam perjalanan menuju acara pengajian di salah satu rumah pelajar dari Indonesia juga.

Lelaki ini adalah pelajar asal UNAIR yang sedang menempuh pendidikan master di UMCG dan sudah tersebar gosipnya bahwa lelaki ini memang sedang mencari jodoh. Pada saat pertama bertemu di dalam lift saat menuju tempat pengajian itu, impresi pertama yang muncul “hmm lumayan juga kalo dari penampilannya hehe” tapi dalam hati terpikir sepertinya dia ga mungkin jadi jodohku, jadi kuhiraukan saja gosip tentangnya yang sedang mencari jodoh. Setelah pertemuan itu semuanya kembali biasa-biasa saja, selama aku tinggal di Groningen jarang sekali pertemuan dan obrolan terjadi di antara kami berdua. Aku tidak tau dia seperti apa orangnya dan tidak ada niatan untuk mencoba mendekati lelaki itu. Bahkan ada beberapa sikap dan perilakunya yang aku dengar dari orang-orang sangat tidak cocok denganku, sampai-sampai aku agak ilfeel sama orang satu ini. Seringkali teman-temanku menjodoh-jodohkan aku dengannya dan langsung saja aku jawab “ga usah ya, makasih.”

Tidak banyak interaksi yang terjadi antara kami berdua selama di Groningen, sampai suatu ketika aku pun sudah berada di penghujung keberadaanku di Groningen. Aku bersama teman-teman yang lain mengadakan farewell party sebagai bentuk terima kasih kepada warga-warga Indonesia yang ada di Groningen karena kami telah menyelesaikan penelitian kami dan akan segera pulang Indonesia. Kebetulan dia datang juga ke acara tersebut dan terjadilah ajang menjodoh-jodohkan aku dengan dia oleh teman-teman lainnya. Aku pun tidak terlalu menanggapi hal tersebut, karena memang tidak ada obrolan langsung dari ‘dianya’ dan kupikir ini hanya bercandaan semata. Sampai hari H aku pulang pun tidak ada sama sekali kata terucap darinya, jadi benar-benar aku anggap hanya angin lalu pertemuanku dengannya.

Sesampainya di Indonesia pun aku menjalani hari-hariku seperti biasa dan tidak pernah terpikirkan dia sama sekali. Suatu hari akhirnya dia menghubungiku lewat facebook messenger dalam rangka mengucapkan idul fitri dan aku pun membalas sewajarnya. Dari saat itu diapun lebih rajin untuk mengchat dan lebih banyak obrolan mengalir. Setelah beberapa kali chat geje ala ABG, akhirnya dia pun menyatakan perasaannya yang sesungguhnya padaku. Tapi yang anehnya adalah dia tidak meminta jawaban langsung, jadi kan curiga ini orang beneran niat apa ga hehe. Aku pun masih tidak menghiraukan pernyataannya padaku, dan biasa saja menanggapi whatsapp nya seperti layaknya pada seorang teman biasa.

Dia pun sering memberikan semangat saat aku mulai memasuki masa-masa sibuk tesis dan sidang. Dan terjadilah suatu kejadian yang konyol saat aku baru selesai sidang, dimana dia tiba-tiba bertanya padaku apakah aku menerima sebuah paket. Usut punya usut ternyata dia mengirimkan kiriman bunga ke alamat rumahku, tapi karena di komplek tempat tinggalku ada dua rumah yang memiliki no rumah yang sama, jadi si kiriman bunga tersebut nyasar ke rumah satunya dan baru berhasil sampai ke rumahku keesokan harinya. Disitu pun aku mulai merasakan bahwa orang ini mungkin memang serius, tapi tetap saja aku hiraukan dia dan aku balas whatsapp nya biasa saja.     

Selepas aku wisuda, aku pun jatuh sakit yang cukup parah, aku terkena TB usus. Ya, bakteri tuberculosis yang menyerang padaku berkoloninya di dalam usus besarku. Alhasil aku harus melakukan pengobatan rawat jalan secara intensif. Tiga kali bulak balik di rawat di rumah sakit, sampai akhirnya akhir tahun 2015 aku dioperasi laparotomy untuk pemotongan usus besar yang terinfeksi oleh bakteri TB. Saat aku mengalami masa-masa sulit tersebut, aku sengaja tidak membalas semua chat nya dan tidak mengabari bahwa aku sakit. Sampai akhirnya dia mengirimkan sebuah surat ke email ku sekitar akhir desember juga untuk mempertanyakan dan memberikan hipotesis kenapa aku tidak membalas chat nya, yang intinya sebenarnya dia menyatakan kembali perasaannya padaku.

Selama proses penyembuhan pun aku jadi berpikir kenapa aku harus menghindarinya, kan cuma teman biasa saja, apa salahnya bercerita. Akhirnya sekitar bulan Januari atau Februari 2016 aku pun menghubunginya hanya untuk memberitahukan kemana diriku selama ini. Tidak ada pikiran sama sekali untuk menikah dalam waktu dekat. Kami pun mulai untuk saling mengchat satu sama lain seperti teman biasa. Namun sekitar bulan April dia pun menyatakan kembali perasaannya dan rencana hidupnya dalam sebuah video yang dia kirimkan ke emailku. Setelah melihat video tersebut, entah harus menjawab apa, hanya yang aku rasakan saat itu adalah merasa ‘spesial’. Dia pun bilang bahwa video ini sama sekali tidak memaksa diriku untuk menjawab secepatnya, dia hanya ingin aku tahu apa rencana hidupnya selama beberapa tahun ke depan, apa visi hidupnya, berasal dari keluarga seperti apa dia. Mungkin hal ini yang akan jadi panduan dia dalam proses penjajakan denganku (ta’aruf).

Aku pun mulai merasa galau saat itu (ciyee galau…), akhirnya aku pun memperlihatkan video ini ke seluruh keluargaku. Mereka semua menyambut positif video tersebut dan mengembalikan semua keputusannya kepadaku. Karena merasa ini adalah sebuah keputusan yang berat untuk diputuskan, akhirnya aku beristikharah sama Allah untuk meminta petunjuk atas keputusan yang harus diambil. Cukup lama juga untuk meyakinkan diri ini karena masih banyak kekhawatiran ke depannya akan sepeti apa. Btw, sebenernya yang mengajukan untuk mengajak menikah bukan cuma dia loh, masih ada yang lain tapi ya memang bukan jodohnya sehingga hati ini tidak digerakkan untuk yakin pada orang-orang tersebut. Masih sambil terus berdoa meminta petunjuk, aku pun mulai mencoba untuk mencari tahu tentang dirinya seperti apa ke orang-orang yang sudah mengenal dia cukup lama, tentang agamanya, sifat-sifatnya, sikapnya kepada orang yang lebih tua, sebaya, dan lebih muda. Beberapa pertanyaan juga aku langsung ajukan ke dia terkait visi misi kehidupannya dalam membangun sebuah keluarga.

Setelah mengumpulkan hasil kepo ke orang-orang, dan jawaban-jawaban yang diberikan orangnya langsung, serta petunjuk dari Allah, lama-kelamaan hati ini tergerak untuk menuju yakin, memang tidak yakin sampai 100%, tapi yang aku yakini adalah insyaAllah lelaki ini yang akan membimbing aku dalam membangun sebuah keluarga untuk terus mendapatkan berkah di dunia dan akhirat, aaamiiin… Kami pun mulai merencanakan acara lamaran yang kemungkinan akan dilaksanakan pada saat dia sudah lulus masternya, sekitar bulan September. Studi masternya selesai sekitar awal Agustus, dan dia akan pulang pada akhir bulan Agustus. Semua persiapan acara lamaran kami bicarakan lewat chat di whatsapp dan sesekali telpon via Line. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, dan untuk pertama kalinya aku bertemu dia lagi setelah sekitar 1 tahun hanya berkomunikasi lewat aplikasi chatting di HP. Dari penampilannya memang sedikit berbeda dari terakhir kuingat satu tahun lalu, lebih rapi. Tapi tidak pernah terbayangkan bahwa dia nantinya akan jadi pendamping hidup seterusnya. Dia datang ke rumah bersama kedua orangtuanya pada tanggal 4 September 2016 untuk melamar diriku. Hari itu hatiku bener-bener deg-degan karena secara tidak langsung khitbah tersebut menunjukkan bahwa ada seseorang yang dengan tulus meminta diriku kepada orangtuaku untuk diperistrinya. Lagi-lagi disini aku merasa begitu ‘spesial’.

Pada saat lamaran belum ada tanggal pasti kapan kami menikah, dia hanya mengajukan dua waktu antara akhir Desember tahun 2016 atau pertengahan Agustus 2017. Selepas lamaran pun, beberapa hari setelahnya dia pun harus kembali ke Groningen untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 karena dia menerima tawaran beasiswa dari Professornya di tempat yang sama. Kami pun melakukan semua persiapan untuk pernikahan lewat jarak jauh lagi. Memang bukan hal yang mudah karena kami terpaut perbedaan waktu selama 5-6 jam, tapi hal ini pasti bisa dilalui toh selama ini kami pun ta’arufan lewat chatting. Ternyata pada kenyataannya tidak segampang itu, karena semua yang seharusnya bisa efisien dilakukan berdua jadi hanya bisa dikerjakan olehku sendiri dengan bantuan dari keluargaku. Bener-bener menguras tenaga, pikiran, dan perasaan (ciee lebay). Semuanya perlu dilakukan dengan kesabaran karena dalam memutuskan segala sesuatunya perlu ditanyakan dulu pendapat dari dia, yang rata-rata bilangnya sih terserah aja, jadi kan bikin bingung sendiri yak. Terlebih lagi hasil rundingan dari keluargaku dan keluarganya yang akhirnya memutuskan untuk melaksanakan pernikahan pada tanggal 25 Desember 2016, hal ini membuat persiapan pernikahan hanya bisa disiapkan dalam waktu kurang dari 3 bulan.

Dari mulai mencari gedung pernikahan yang cukup sulit karena gedung yang strategis dan harganya lumayan cocok pastinya sudah ada yang membooking sejak jauh hari. Alhamdulillah nya masih ada gedung dekat dengan rumahku yang masih bisa dipergunakan pada tanggal tersebut. Mencari vendor-vendor lainnya seperti dekorasi, catering, jasa foto, undangan, semua dikerjakan sendiri dengan bantuan keluargaku setelah dirundingkan juga dengan calon suami. Alhamdulillahnya lagi keluarga calon suami nya tidak terlalu meminta yang aneh-aneh sehingga kami pun mempersiapkan sebagaimana mestinya saja. Alhamdulillah lagi semua persiapan bisa berjalan sesuai rencana sampai pada hari H.

Hari yang ditunggu pun akhirnya datang, Minggu 25 Desember 2016, bertepatan dengan ulang tahun ayahku. Sejak semalam perasaan ini masih belum deg-degan, padahal biasanya kata orang-orang H-1 itu udah semakin deg-degan. Ternyata baru kerasa hati berdebar-debar itu saat di dandanin sama perias dan saat diberitahukan bahwa mobil calon mempelai pria sudah datang. Semakin mendekati acara ijab qabul, hati ini semakin nggak karuan. Terlebih lagi saat prosesi akad nikah aku duduk terpisah dari mempelai pria, jadi hanya bisa menyaksikan sang calon suami berikrar dari jauh. Yang paling berkesan adalah saat calon suami dengan mantap mengucapkan qabul :

Saya terima nikah dan kawinnya Anisah Erika Rahayu binti Pramoe Subekti dengan maskawin 24 gram emas dibayar tunai…

Saat itu muncul perasaan haru, lega, bahagia, khawatir semuanya ada. Haru karena harus berpisah dari orang tua yang selama ini menjagaku selama 24 tahun, lega karena akhirnya dia berhasil mengucapkan qabulnya, bahagia karena akhirnya aku sudah menikah, khawatir karena sekarang aku memiliki tanggung jawab lebih sebagai seorang istri yang harus selalu taat pada suaminya dalam hal kebenaran.

Setelah kami sah menjadi suami istri, akhirnya aku disandingkan dengannya di meja akad nikah, dipakaikannya cincin pernikahan, dan penyelesaian administrasi pernikahan lainnya. Disitu juga untuk pertama kalinya aku memegang tangannya dia, memegang tangan seorang lelaki yang sudah halal bagiku. Sejak pertama kali tangan kami berpegangan, belum pernah terlepaskan sampai kami duduk di pelaminan, bahkan rasanya tidak ingin aku lepaskan sama sekali.

Suamiku, terima kasih karena telah memperjuangkan aku sampai kita bisa bersatu, terima kasih telah benar-benar serius memilihku, terima kasih telah mempercayakan masa depanmu dan anak-anakmu kepadaku, tolong bimbing aku selalu untuk bisa menjadi istri yang salihah, ingatkan aku selalu untuk tetap berada di jalan yang lurus, mari kita sama-sama bangun peradaban keluarga kita yang selalu mengikuti Allah dan Rasul-Nya, semoga pernikahan kita berkah di dunia dan akhirat, sakinah, mawaddah, warahmah. Aaamiin…

Tidak ada yang pernah menyangka akan bertemu jodoh dimana, kapan, saat bagaimana. Orang Bandung bisa berjodoh dengan orang Banjarmasin yang ketemunya di Groningen, beda benua dengan tempat tinggal asal mereka. Benar-benar rencana Allah tidak ada yang tahu pasti.

     

 

Groningen,

26 Oktober 2017

No comments:

Post a Comment