Friday, 27 December 2024

Rumput Tetangga Selalu Lebih Hijau, Benarkah? Mengenal Teori Perbandingan Sosial dan Dampaknya pada Kehidupan

Sumber: www.freepik.com
Melihat mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas di salah satu cafe di kota, mengingatkanku akan masa-masa kuliah. Masa-masa menyenangkan, ketika bebas pergi kemanapun (asalkan izin orang tua ya), pergi sendirian atau bersama teman, dan bebas memilih apapun yang diinginkan. Masa muda yang kata orang adalah waktunya untuk eksplor apa saja. Rasanya sekarang aku ingin kembali ke masa itu. 

Namun, jika kita ingat kembali pada masa kuliah, kita malah merasa itu adalah masa sulit. Harus terus belajar untuk ujian, tugas menumpuk, jadwal praktikum dan ngelab yang padat terus menghantui hari-hari. Belum lagi saat masa tugas akhir, masa sulit dimana kita harus survive menyelesaikan penelitian kita agar bisa lulus dan mendapatkan gelar sarjana. Saat itu aku mengatakan ingin cepat selesai untuk bisa mencari kerja. Bahkan kadang ku berandai-andai untuk kembali ke masa kecil dan menjadi anak-anak. 


Saat flashback ke belakang, kita di masa kecil mungkin merasakan ingin segera beranjak dewasa. Dimana pendapat kita akan lebih didengar orang sekitar dan merasa lebih dihargai. Lebih bisa melakukan apapun yang diinginkan daripada terbentur berbagai peraturan orang tua. 


Selain membandingkan kehidupan sendiri, kita juga terbiasa untuk membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini biasanya dilakukan dalam hal pencapaian, sikap, dan kemampuan, yang kadang membuat kita insecure sendiri. Terutama setelah menjadi ibu, seringkali perasaan insecure dan membanding-bandingkan pola asuh kita dengan orang lain muncul hingga menyebabkan kita merasa rendah diri dan mengecap diri kita sebagai ibu yang tidak baik. 


Terlebih lagi di era digital sekarang, dimana media sosial sudah banyak dipakai orang untuk membagikan apa yang sudah mereka alami. Hal ini memperparah proses perbandingan itu sendiri. Padahal kita tidak tahu apa yang sudah orang alami dibalik apa yang mereka bagikan di media sosial mereka.  


Teori Perbandingan Sosial 


Mengutip dari Very Well Mind, bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan perbandingan antara diri mereka dengan orang lain di lingkungan sosialnya. Hal inilah yang dinamakan teori perbandingan sosial yang dikemukakan oleh seorang psikolog, Leon Festinger pada tahun 1954. Ia menyatakan bahwa individu akan cenderung menilai dirinya dengan melakukan perbandingan terhadap orang lain. 


Ada juga sebuah ungkapan yang sering kita dengar yaitu “rumput tetangga selalu lebih hijau”. Mungkin ungkapan ini benar adanya. Sebagai manusia kita cenderung merasa bahwa milik orang lain selalu lebih baik daripada apa yang kita miliki. Hal ini membuat diri sendiri sering merasa insecure dan tidak cukup dengan apa yang sudah dicapai. Padahal kita tidak tahu apa yang sudah orang lain alami untuk mencapai posisi mereka saat ini. Proses yang tidak kita ketahui itu, perlu dijadikan pertimbangan untuk diri kita agar tidak menjadi rendah diri dan berpikiran negatif pada diri sendiri. 



Berdasarkan jurnal dari Frontiers in Psychology, ada dua jenis perbandingan yang bisa dilakukan yaitu:

  1. Perbandingan sosial ke atas, terjadi ketika kita membandingkan diri dengan mereka yang kita yakini lebih baik atau lebih unggul dari kita. Perbandingan ini bisa digunakan sebagai inspirasi atau motivasi untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan diri serta terus bertumbuh. 

  2. Perbandingan sosial ke bawah, terjadi ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain yang terlihat tidak lebih baik daripada kita. Dalam perbandingan ini kita harus lebih berhati-hati agar tidak menjadi sombong dan merasa lebih hebat. Tapi, jadikan diri kita lebih bersyukur dengan apa yang sudah terjadi dalam kehidupan kita dan apa yang sudah kita miliki. Ambillah selalu sisi positif dari sebuah perbandingan.  



Dampak Perbandingan Sosial


Membandingkan diri kita dengan orang lain bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi bisa sangat bermanfaat tapi di sisi lain bisa juga merugikan. Perbedaannya terletak pada sifat perbandingan tersebut ke atas atau ke bawah, dan bagaimana diri kita bereaksi terhadap perbandingan yang kita buat. 


Misalnya kita membandingkan diri kita dengan kemampuan atau kondisi orang lain yang ada di atas kita. Maka, jangan biarkan perasaan atau pikiran negatif muncul mempengaruhi diri kita dan menjadikan diri ini kehilangan kepercayaan diri. Tapi, kita bisa menjadikan orang tersebut sebagai inspirasi atau motivasi kita agar kita bisa berkembang sesuai versi terbaik diri kita. 


Sebaliknya saat membandingkan dengan orang lain yang kondisi atau kemampuannya di bawah kita, mungkin kita merasa lebih baik dengan kemampuan diri. Tapi, perlu diingat bahwa perasaan atau pikiran ini tidak boleh membuat diri ini jadi terlalu jumawa dan melupakan Sang Pencipta yang membuat kondisi kita lebih baik. Banyak-banyaklah bersyukur dengan kondisi saat ini dan teruslah bertumbuh dan berkembang. 


Jadi, apakah benar rumput tetangga selalu lebih hijau? Semua tergantung kita melihat dari sudut pandang negatif atau positif. Tidak apa-apa sesekali kita melakukan perbandingan sosial terhadap orang lain. Namun, perhatikan juga dampak yang ditimbulkan dari perbandingan sosial yang kita lakukan, bagaimana pengaruhnya terhadap kepercayaan diri, motivasi, dan pertumbuhan diri pribadi. 


Daripada membandingkan diri sendiri dengan orang lain, ada baiknya bandingkan diri kita masa kini dan beberapa tahun ke belakang. Hal ini membuat kita tahu sejauh mana pertumbuhan dan perkembangan diri ini dan kita bisa melakukan evaluasi agar hidup kita bisa lebih baik lagi setiap harinya. Aku sih masih mencoba untuk terus bisa seperti itu, bagaimana dengan kalian? 


No comments:

Post a Comment