Tuesday, 22 August 2023

LDM (LDR part 2)

LDR part 2 berkembang menjadi LDM (Long Distance Marriage) hehe. Yups, kini aku naik level menjadi LDM dengan posisi kami sudah memiliki anak hehe. Jadi ceritanya, di tahun 2018 alhamdulillah kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu nan menggemaskan. Usianya saat itu masih 2 bulan saat suami diharuskan untuk melakukan penelitian di salah satu tempat riset tentang monyet di Rijswijk, salah satu kota di provinsi South Holland. Jadi suami harus bekerja disana selama hari kerja (weekdays) dan baru kembali ke Groningen saat hari libur (weekend). Deng ding deng, tantangan pun dimulai. Gimana ya caranya ngurus bayi 2 bulan sendiri tanpa suami selama weekdays, gak ada orang tua, gak ada sanak sodara, adanya teman seperantauan, mana new mom lagi. Kalo dipikir-pikir sih malah bikin pusing sendiri, tapi setelah dijalani alhamdulillah sih ya bisa-bisa aja terlewati. Selain karena support system dari teman-teman seperantauan yang sangat care, suami pun masih memberikan support nya di hari libur, jadi kami bergantian jaga.

Ternyata drama per-LDM-an ini belum selesai, puncaknya pada Januari 2019 sang suami harus berangkat ke Ann Arbor, Michigan untuk melakukan riset juga selama 7 bulan. Wow ujian yang ini lebih berat nih. Mau ikut gak mungkin karena biaya bawa keluarga kesana mahal banget. Mau pulang ke Indonesia juga nanti takut ribet lagi dengan segala administrasi karena kalau spouse/pasangan pekerja/mahasiswa tidak boleh meninggalkan Belanda lebih dari 6 bulan, nanti izin tinggalnya (verblijf) bisa hangus/gak berlaku lagi. Ya udah bismillah aja tinggal di Groningen bersama nak bayi 7 bulan, ditemani oleh mahasiswa yang tinggal bareng satu rumah dengan kami. Untuk menemani juga akhirnya kami mengundang kakakku untuk ke Groningen selama 3 bulan (batas visa kunjungan) sekitar akhir Maret sampai akhir Juni.

Hal yang perlu disyukurinya adalah ada pengalaman sedikit dengan LDM-LDM sebelumnya, walaupun tantangan sekarang mesti 24/7 bersama anak bayi yang lagi aktif-aktifnya. Tapi, alhamdulillah berkat bantuan dari teman-teman perkumpulan mahasiswa, sesama ibu2 perantau yang memiliki anak juga, dan tentunya bantuan dari kakakku, semua bisa terlewati.

Satu bulan awal benar-benar penyesuaian yang cukup sulit. Aku harus bisa membagi waktu supaya tetap punya waktu istirahat yang cukup dan bisa menjaga dan membersamai Aqmar dengan fokus saat siang hari. Untungnya disana banyak mahasiswa Indonesia yang turut serta membawa keluarganya, sehingga banyak anak-anak yang seumuran dengan Aqmar. Setiap hari aku buat jadwal untuk playdate bersama temannya Aqmar, bisa dirumah kami, dirumah temannya, atau di taman bermain (speeltuin). Beruntungnya lagi adalah akses fasilitas publik yang sangat bagus, dekat, dan tersedia di beberapa tempat. Untuk bepergian pun sangat dipermudah dengan adanya public transport yaitu bus, atau kami terbiasa dengan berjalan atau bersepeda, hanya saja aku belum cukup berani untuk membawa Aqmar diboncengan karena posisi sepeda yang cukup tinggi.

Tentunya selama masa LDM-an ini aku dan suami selalu meluangkan waktu untuk melakukan video call. Kami selalu saling menanyakan kegiatan masing masing dan suami bertanya juga mengenai perkembangan Aqmar. Suami pun sedih karena dia melewatkan masa perkembangan Aqmar dari merangkak sampai belajar jalan. Tapi kami selalu berusaha saling menguatkan satu sama lain supaya tetap semangat menjalani keseharian.

7 bulan pun tak terasa (padahal buat yang ngejalaninnya kerasa bangeet 😝) sudah berlalu, sekitar tgl 21 Agustus akhirnya pak suami pulaang, yeeeeyyy. Suami takjub dengan perubahan dan perkembangan Aqmar setelah 7 bulan, dari yang tadinya masih belum bisa merangkak lalu jadi bisa berjalan bahkan bisa mengoceh.

Jadi tips dari aku selama menjalani LDM part 2 ini adalah :

1.       Bener-bener harus cari support system lain yang bisa membantu, bisa itu tetangga, komunitas, atau saudara yang memang bisa diajak untuk menemani sementara.

2.       Tetap saling support dan menyemangati pasangan, karena ini pasti berat banget buat dua-duanya, tapi tetep harus dijalani kan, jadi harus sama-sama bersemangat.

3.       Jalin komunikasi yang terbuka, cerita apapun kejadian hari itu, apa yang bikin seneng, sedih, kecewa, bahagia.

4.       Kalau udah ada anak, sering sering kasih video perkembangan anak, jadi suami gak ketinggalan momen penting dalam hidupnya dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan anak.

5.       Ikuti komunitas di sekitaran rumah, kegiatan rutin yang ada di komunitas, membuat kita tetep bisa punya waktu untuk bergaul dan mengobrol dengan sesama ibu ibu yang sefrekuensi dan anak pun bisa punya teman main.

Setelah LDM ini ternyata masih dilanjut dengan LDM weekdays, karena suami masih melanjutkan penelitian yang di Rijswijk. Akhirnya suami harus bolak balik Delft (suami tinggal disini saat weekdays)-Groningen selama 2 tahun dan Aqmar hanya bisa bertemu abahnya saat weekend saja. Kami menyiasati keadaan ini dengan tetap meluangkan waktu bersama untuk quality time sekeluarga, melakukan kegiatan yang sama-sama kami sukai, berjalan-jalan ke tempat yang belum pernah kami kunjungi sambil menguatkan bonding di dalam keluarga kami.

 

Hargai dan syukuri apa yang sudah kamu dapatkan hari ini, karena esok belum tentu kamu dapatkan lagi.

Monday, 21 August 2023

LDR (Long Distance Relationship)

LDR atau yang biasa disebut hubungan jarak jauh adalah kondisi dimana sebuah hubungan spesial antara dua orang manusia yang dilakukan secara berjauhan (tidak berada dalam lokasi yang sama), bisa beda kota, beda provinsi, beda pulau, bahkan beda benua. Bagi para pasangan muda atau sudah tua pastinya tidak ingin merasakan yang namanya hubungan secara jarak jauh ini. Banyak beredar juga pendapat orang yang menyatakan jika hubungan yang dilakukan secara jarak jauh ini atau LDR tidak akan berlangsung lama karena jarak yang terpisah menyebabkan keduanya tidak bisa bertemu secara intens sehingga rentan untuk putus hubungan ditengah jalan. Padahal penyebab putusnya hubungan atau tidak harmonisnya sebuah hubungan bukan dikarenakan jauhnya jarak, tapi kualitas dari komunikasi yang dibangun oleh pasangan ini. Sebagai contoh misalnya pasangan A yang berada di kota yang sama, hampir setiap hari ketemu, tapi komunikasi yang dilakukan jarang atau saat ketemu malah asyik lihat HP masing-masing, hubungan mereka pun tidak berlangsung lama. Contoh kedua adalah pasangan B yang berada di kota yang berbeda, tapi setiap hari mereka saling berkomunikasi dan saling menaruh kepercayaan pada pasangannya, insyaAllah niscaya pasangan ini akan langgeng. Jadi intinya salah satu tips untuk mempertahankan sebuah hubungan adalah komunikasi, pengertian, dan kepercayaan yang selalu dibangun oleh kedua pasangan.

Bicara soal LDR, aku ini adalah salah satu orang yang pernah mengalami LDR. Bahkan saat PDKT atau ta’aruf pun aku dan calon pasangan ini berada dalam jarak yang berjauhan, aku di Bandung, dia di Groningen. Kami ini terpisah oleh jarak yang begitu jauh (antar benua) dan jarak waktu juga (beda 5 jam saat summer dan beda 6 jam saat winter). Tapi alhamdulillah semua prosesnya berjalan lancar, mulai dari pendekatan, proses lamaran, bahkan sampai persiapan pernikahan dilakukan secara berjauhan.

Selepas pernikahan pun kami hanya punya waktu satu minggu untuk bersama, karena setelah satu minggu itu sang suami harus kembali lagi ke Groningen untuk melanjutkan studinya dan saat itu aku belum bisa menyusul juga karena satu dan lain hal. Waktu satu minggu bersama itu kami manfaatkan dengan sebaik-baiknya, terlebih lagi karena kami benar-benar tidak tahu satu sama lain, jadi satu minggu ini kami manfaatkan juga untuk mengenal kebiasaan masing-masing. Kami jalan-jalan layaknya orang pacaran dan rasanya sangat menyenangkan karena kami sudah halal, jadi tidak ada perasaan berdosa ketika jalan berpegangan tangan atau sambil menggandeng. Kami bepergian selalu menggunakan motor, aku pun sudah mulai terbiasa untuk memeluk suami ku dari belakang, padahal biasanya risih banget kalo ngeliat orang pelukan di motor. Kami memiliki beberapa to do list untuk dilakukan berdua, diantaranya makan bareng di luar, nonton ke bioskop, jalan-jalan di mall, intinya ngedate sebelum ditinggal suami.

H-2 sebelum kepulangan suami ke Groningen, kami pun pergi ke Jakarta (rumah kakak iparku). Di sana juga kami menghabiskan waktu bersama dan berjalan-jalan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Dan di malam sebelum keberangkatannya aku pun sempat menangis karena tak kuasa untuk ditinggalkan, mau ditahan-tahan juga tetep keluar si air mata itu. Hari H keberangkatan pun datang, 1 Januari 2017, satu minggu selepas pernikahan, sang suami harus kembali ke Groningen. Saat itu pesawatnya take off sekitar jam 15.30 WIB, kami pun sudah bersiap-siap dari pagi, tapi baru berangkat sekitar jam 11.00 WIB dari daerah Halim PK (tidak terlalu jauh ke Bandara Soekarno-Hatta). Tapi apa dikata, namanya di Jakarta yah, kota macet dan tidak bisa diprediksi, kami pun harus mengalami kemacetan yang cukup panjang. Saat itu suami ku udah panik banget, mukanya udah ga kontrol dan ga nyantei, aku cuma bisa megang tanggannya, mengusap-usap supaya dia lebih tenang. Ya namanya orang panik susah juga buat ditenangin, takut telat lah, takut ketinggalan pesawat, dan segala dipikirin. Alhamdulillahnya kita masih bisa sampe bandara sekitar jam 13.30 WIB, dua jam sebelum keberangkatan. Alhasil kita ga bisa dadah-dadahan ala film AADC dan ga bisa pamitan secara proper. Akhirnya cuma bisa pamitan dengan salaman biasa, trus buru-buru ngeluarin koper gede dan langsung masuk ke pintu keberangkatan.

Dari sini kehidupan LDM (Long Distance Marriage) pun dimulai. Belum apa-apa rasa kesepian sudah menghampiri. Meskipun saat awal pernikahan masih kagok saat ada orang yang tidur disamping, tapi satu minggu itu sudah cukup untuk mengubah kebiasaan. Maka hari pertama tanpa ada suami rasanya sangat aneh, biasanya semua dikerjakan bersama-sama atau kemana-mana ada yang ngintilin, tiba-tiba sekarang ga ada. Aku baru bisa sedikit terbiasa lagi setelah satu minggu ditinggal sang suami ke Groningen. Tentu saja aku kembali menjalani aktivitasku yang saat itu masih menjadi asisten akademik di tempatku kuliah dulu dan suamiku pun menjalani aktivitasnya kembali melanjutkan S3nya.

Yang menjadi faktor utama penghambat kami adalah masalah perbedaan waktu yang sampai 5-6 jam. Hal ini menyebabkan kami harus menyiasati waktu untuk tetap bisa saling berkomunikasi. Sebelumnya kami sudah ada pengalaman juga saat sebelum menikah, tapi tetap saja rasanya berbeda mungkin karena sekarang sudah suami istri jadi kalo berjauhan itu rasanya seperti ada separuh jiwa yang hilang (cieee alay). Dalam menghadapi LDR kita harus punya tips dan trik yang pas supaya hubungan kita tetap lancar dan komunikasi tetap berjalan. Disini aku mau berbagi sedikit tentang tips dan trik untuk menghadapi LDR (tapi ini based on my experience ya, jadi tiap orang bisa beda cara untuk menjalaninya).

1.       Komunikasi sebisa mungkin tetap berjalan setiap hari.

Yang paling penting dalam sebuah hubungan adalah komunikasi yang lancar antar pasangan, jangan ada yang disembunyikan atau sebisa mungkin jangan pernah berbohong sama pasangan kita, supaya tetap terjalin juga kepercayaan dari pasangan kita. Aku membiasakan setiap hari harus ada komunikasi sama suami, entah itu hanya chatting via whatsapp, atau sampai video call. Video call menurutku lebih ampuh untuk mengurangi sedikit saja kerinduan karena setidaknya kita melihat wajah suami kita, kita tahu apa saja yang dia lakukan, jadi tetap terpantau kegiatannya. 

2.       Mulai mencari kesibukan lain supaya pikiran kita tidak selalu mengarah pada suami.

Beraktivitas dengan berbagai kesibukan adalah salah satu cara pengalihan yang paling baik. Saat kita berada dalam kondisi berjauhan, kita harus tetap produktif yang salah satunya dilakukan dengan bekerja atau berkarya. Jadi meskipun berjauhan, kita tidak selalu memikirkan pasangan kita, tapi ada saatnya kita juga sibuk dengan apa yang kita kerjakan dan fokus dengan diri kita sendiri. Menurutku itu adalah hal yang penting, karena nanti ketika sudah bersama kita akan sulit untuk memiliki waktu sendiri. Jadi nikmati saat kamu masih bisa punya “me time”, tapi jangan sampai kebablasan juga dan malah jd nyari sosok orang lain untuk dijadikan teman mengobrol atau curhat, terutama laki-laki. Ingat! Kita masih harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pasangan kita, jadi kita mesti menghargai pasangan kita dengan sedikit menjaga jarak dengan teman laki-laki.

3.       Selalu belajar sabar dan pengertian, karena itu kuncinya supaya kita tetep bisa percaya sama pasangan.

Menurutku ini yang paling sulit karena kesabaran setiap orang berbeda-beda. Justri disinilah kesetiaan kita juga diuji, jika kita bisa sabar dalam menghadapi ujian ini dan tetap percaya sama pasangan, insyaAllah hubungan kita dengan pasangan bakal naik level.

4.       Berdoa sama Allah supaya menjaga pasangan kita dimanapun dia berada dan semoga ada jalan untuk segera dipertemukan kembali.  

Ini yang paling penting sih karena berharap pada manusia itu memang sebaiknya dihindari, yang pasti-pasti saja yaitu berharap kepada Allah semoga pasangan kita sekarang memang jodoh dunia dan akhirat kita. Berusaha dan berikhtiar untuk tetap menjalin komunikasi, berdoa untuk selalu dijaga dan bisa dipertemukan kembali, sisanya tinggal bertawakal dan berserah diri atas segala ketentuan Allah SWT.

Nah, itu sih sedikit tips dari aku dalam menjalani hubungan LDR, semoga teman-teman bisa menjalankan salah satu dari tips nya juga yaa 😊

Our First Roadtrip


 Scheveningen, Den Haag

2 September 2017

Ini adalah perjalanan pertama saya bersama suami setelah akhirnya dipersatukan kembali dari LDM (long distance marriage) (yee aziik). Sabtu, 2 September 2017 dengan cuaca yang cukup cerah, kami pergi ke Den Haag menggunakan public transportation yaitu kereta. Di Eropa, khususnya Belanda ini, public transportation sangat mudah untuk diakses, harganya juga masih sangat terjangkau dengan kualitas yang baik. Ada beberapa tips untuk mendapatkan harga tiket kereta yang cukup murah yang dibahas disini.

Kami pergi dengan menggunakan kereta sekitar pukul 09.48 CET dan perjalanan ini membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam hingga sampai di Den Haag. Dari stasiun Den Haag Centraal kami naik trem no 9 jurusan ke Scheveningen dan turun di halte Kurhaus, halte ketiga terakhir.  

Saat kami turun langsung disambut dengan suasana kota yang ramai dan cuaca yang sangat mendukung. Cukup banyak penumpang, entah penduduk sekitar atau para turis, yang ikut turun bersama kami di halte tersebut. Kami tidak merasa kesulitan lagi untuk mencari letak pantainya karena banyak petunjuk arah yang cukup jelas. Kami pun menelusuri jalan menuju pantai dan di sepanjang kami berjalan terlihat berjejer restoran maupun kafe dengan berbagai macam pilihan makanan dan minuman dari berbagai negara, seperti restoran India, Asia, Turki, dan sebagainya. Tak lupa juga toko souvenir yang menjajakan berbagai jenis oleh-oleh yang bisa dibeli turis dan sebuah shopping mall yang bisa menarik perhatian para turis juga terutama wanita yang suka berbelanja hehe. Satu bangunan yang paling menarik perhatian kami berdua adalah sebuah hotel yang cukup besar dengan dekorasi bangunan seperti bangunan istana, hotel ini bernama Hotel Kurhaus, hotel bintang lima yang dibangun sekitar tahun 1884-1885. Kami pun antusias untuk mengabadikan foto kami dengan latar belakang hotel tersebut.    



Saat tiba di pinggir pantai, kami begitu takjub dengan pemandangannya yang menyejukkan mata dan untuk pertama kalinya kami melihat pantai yang sesungguhnya di Belanda. Langit yang sangat cerah berwarna biru dan panas matahari yang cukup terik sangat mendukung keberadaan kami di pantai ini. Pantainya memang tidak sepadat Pantai Kuta di Bali, tapi pantai ini memiliki daya tarik tersendiri sehingga cukup banyak juga turis yang datang. Kami lihat banyak para turis lokal alias bule yang menggelar karpet atau tenda untuk sekedar duduk menikmati indahnya laut ataupun sambil berjemur untuk mengeksotiskan kulit putih mereka. Air laut yang begitu dingin tidak menyurutkan semangat anak-anak untuk tetap menaklukkan deburan ombak. Burung seagull pun dengan asyiknya bercengkrama bersama kumpulannya sambil sesekali turun mencari makanan disekitar para turis.

Kami pun langsung bergabung dengan turis lainnya untuk menikmati keindahan alam ini dengan menyusuri pinggiran pantai, merasakan kelembutan pasir pantai dicampur hujaman kerang yang terdampar. Selepas berjalan sepanjang pinggiran pantai, kami pun mencari spot yang enak dan nyaman untuk berjemur sambil melihat langit biru yang begitu cerah (mumpung masih bisa menikmati zomer).

Tidak hanya pantai yang bisa dinikmati disana, tapi ada beberapa arena permainan yang menyenangkan juga untuk dicoba. Sea Life adalah salah satunya, wahana atau arena untuk bisa melihat berbagai jenis binatang laut seperti kuda laut, kura-kura, ubur-ubur, ikan pari, ikan hiu, dan sebagainya. Selain itu, kita juga bisa berinteraksi dan memberi makan binatang laut tersebut. Untuk tiketnya bisa dibeli langsung disana atau dibeli online melalui tautan berikut https://www.visitsealife.com/scheveningen/tickets/ dengan adanya diskon harga dan berbagai penawaran lainnya.

Wahana lain yang bisa menarik perhatian pengunjung adalah wahana Ferris Wheel, Zip Line, and Bungy Jump. Ketiga wahana tersebut terletak di de Pier, dermaga yang terlentang dari atas laut hingga ke pinggiran pantainya. Bangunannya sangat luas dan didekorasi sedemikian rupa sehingga semua pengunjung bisa menikmati berbagai makanan, minuman, dan belanja di atas ketinggian tertentu. De Pier ini buka setiap hari dan sepanjang tahun serta bisa dimasuki secara gratis. Akan tetapi, untuk menaiki wahana tersebut ada biaya yang harus dikeluarkan. Biaya untuk mencicipi naik Ferris wheel di atas laut sebesar €7 untuk anak-anak dibawah 12 tahun, €9 untuk orang dewasa, €24 untuk keluarga, dan €55 untuk gondola VIP. Ferris wheel ini berada pada ketinggian 40 meter di atas laut dan memiliki 36 gondola tertutup yang dilengkapi dengan AC, termasuk satu gondola VIP. Dari dalam gondola bisa dilihat pemandangan panorama yang sangat indah dari laut, pantai, dan skyline.

Jika kalian ingin menguji adrenalin dan memang cukup tidak takut pada ketinggian, maka Zip Line dan Bungy Jump adalah pilihan yang tepat. Pengunjung bisa turun melalui tali yang terlentang sepanjang dermaga sekitar 350 meter, dari ketinggian 55 meter di Bungy Tower dan dilalui dengan kecepatan 60-80 km/jam dengan dilengkapi alat-alat keselamatan. Di musim semi, Zipline dibuka pada akhir pekan dan hari libur dari jam 11.00-20.00. Dari bulan April sampai September, Zipline dibuka tujuh hari dalam seminggu. Untuk informasinya bisa dilihat juga di tautan berikut https://denhaag.com/en/location/31841/the-pier.

Wahana lain yang sangat menguji adrenalin lainnya adalah Bungy Jump. Bungee jumping adalah sebuah permainan yang dilakukan dengan meloncat dari ketinggian tertentu dengan kaki yang dikoneksikan pada objek tertentu menggunakan tali yang tentunya dilengkapi dengan pengamanan lainnya. Bungee jumping ini seperti terjun bebas dengan kaki ditarik tali sehingga nanti kita akan berosilasi dan menggantung di atas udara. Permainan ini benar-benar menguji adrenalin kita. Jadi bagi siapa saja yang berani jangan lewatkan permainan ini. Untuk satu kali permainan ini bisa mengocek kantong sebesar € 80 (harga bisa menyesuaikan dengan musim juga, sangat dimungkinkan ada diskon tertentu, bisa juga dipesan secara online melalui tautan http://www.bungy.nl/). 



Kami pun tidak bisa berlama-lama di Pantai Scheveningen tersebut karena harus segera pulang ke Groningen. Padahal sebenernya akan sangat mengasyikkan jika bisa melihat sunset dari pinggir pantai atau dari de Pier. Sebelum pulang kami menyempatkan untuk singgah di salah satu rumah makan Indonesia yang ada di Den Haag, yaitu Pempek Elysha yang terletak di Bruijning Ingenhoeslaan 124, 2273KT Voorburg. Disana tersedia berbagai menu masakan Indonesia dan yang paling banyak dicari adalah pempeknya yang sangat menggugah selera dan bisa mengobati kerinduan akan makanan Indonesia satu ini. Dari segi tempat restorannya tidak terlalu besar sehingga kami pun harus menunggu terlebih dahulu untuk bisa makan di tempat (7/10). Dari segi pelayanan cukup bagus dan tidak terlalu lama juga kami menunggu pesanan (9/10). Dari segi rasa tidak perlu diragukan lagi, rasa pempeknya yang enak dan menggugah selera, begitu juga dengan bakso malang nya (9/10). Dari segi harga cukup sesuai jika dibandingkan dengan harga-harga makanan di restoran yang ada di Belanda, hanya saja pasti akan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga yang ada di Indonesia (7/10). Jadi penilaian kami untuk restoran Pempek Elysha ini adalah 8 dari 10, bagus untuk ukuran restoran Indonesia yang ada di Belanda.

Selepas makan malam disana, kami pun bergegas menuju stasiun kereta Den Haag Centraal dan kembali ke Groningen. One day trip kami sudah usai dan harus kembali ke dunia nyata. Terimakasih pak suami karena udah ngajakin jalan-jalan kesini, ditunggu jalan-jalan selanjutnya ya pak :p 

Kota Pertemuan

Sumber: www.wikipedia.com

Groningen adalah kota pelajar yang terletak di ujung utara Belanda dengan populasi sekitar 231.299 jiwa (https://id.wikipedia.org/wiki/Groningen_(Groningen)). Kota ini tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil untuk dikelilingi dan memiliki lingkungan yang sangat nyaman untuk belajar karena memang dikenal sebagai kota pelajar. Groningen ini memiliki international student yang cukup banyak, salah satunya dari Indonesia. Banyak sekali warga Indonesia yang menimba ilmu disini. Kali ini ternyata aku berkesempatan untuk melakukan research study di Groningen. Program ini merupakan kerjasama antara ITB dan University of Groningen (RUG), dimana mahasiswa-mahasiswa terpilih dari ITB yang lolos seleksi yang dilakukan oleh RUG akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelitian di kampus mereka secara gratis. Aku bersama tiga teman lainnya yang lolos seleksi berangkat ke Groningen sekitar akhir tahun 2014 dan akan tinggal di Groningen selama kurang lebih enam bulan.

Ini adalah pertama kalinya bagiku untuk tinggal jauh dari orang tua, jadi bener-bener sebagai latihan kemandirian dan latihan menjadi seorang istri (karena harus mulai masak sendiri, maklum ga pernah masak di rumah hehe). Pada saat berangkat tidak pernah menyangka akan bertemu jodoh di kota Groningen ini, tapi memang sempat terbersit untuk mencari jodoh disana. Akan tetapi, karena kesibukan dan lain hal jadi keinginan untuk mencari jodoh pun di nomor terakhirkan. Sampai suatu ketika, sekitar bulan Januari akhir aku tanpa sengaja bertemu dengan seseorang lelaki dalam perjalanan menuju acara pengajian di salah satu rumah pelajar dari Indonesia juga.

Lelaki ini adalah pelajar asal UNAIR yang sedang menempuh pendidikan master di UMCG dan sudah tersebar gosipnya bahwa lelaki ini memang sedang mencari jodoh. Pada saat pertama bertemu di dalam lift saat menuju tempat pengajian itu, impresi pertama yang muncul “hmm lumayan juga kalo dari penampilannya hehe” tapi dalam hati terpikir sepertinya dia ga mungkin jadi jodohku, jadi kuhiraukan saja gosip tentangnya yang sedang mencari jodoh. Setelah pertemuan itu semuanya kembali biasa-biasa saja, selama aku tinggal di Groningen jarang sekali pertemuan dan obrolan terjadi di antara kami berdua. Aku tidak tau dia seperti apa orangnya dan tidak ada niatan untuk mencoba mendekati lelaki itu. Bahkan ada beberapa sikap dan perilakunya yang aku dengar dari orang-orang sangat tidak cocok denganku, sampai-sampai aku agak ilfeel sama orang satu ini. Seringkali teman-temanku menjodoh-jodohkan aku dengannya dan langsung saja aku jawab “ga usah ya, makasih.”

Tidak banyak interaksi yang terjadi antara kami berdua selama di Groningen, sampai suatu ketika aku pun sudah berada di penghujung keberadaanku di Groningen. Aku bersama teman-teman yang lain mengadakan farewell party sebagai bentuk terima kasih kepada warga-warga Indonesia yang ada di Groningen karena kami telah menyelesaikan penelitian kami dan akan segera pulang Indonesia. Kebetulan dia datang juga ke acara tersebut dan terjadilah ajang menjodoh-jodohkan aku dengan dia oleh teman-teman lainnya. Aku pun tidak terlalu menanggapi hal tersebut, karena memang tidak ada obrolan langsung dari ‘dianya’ dan kupikir ini hanya bercandaan semata. Sampai hari H aku pulang pun tidak ada sama sekali kata terucap darinya, jadi benar-benar aku anggap hanya angin lalu pertemuanku dengannya.

Sesampainya di Indonesia pun aku menjalani hari-hariku seperti biasa dan tidak pernah terpikirkan dia sama sekali. Suatu hari akhirnya dia menghubungiku lewat facebook messenger dalam rangka mengucapkan idul fitri dan aku pun membalas sewajarnya. Dari saat itu diapun lebih rajin untuk mengchat dan lebih banyak obrolan mengalir. Setelah beberapa kali chat geje ala ABG, akhirnya dia pun menyatakan perasaannya yang sesungguhnya padaku. Tapi yang anehnya adalah dia tidak meminta jawaban langsung, jadi kan curiga ini orang beneran niat apa ga hehe. Aku pun masih tidak menghiraukan pernyataannya padaku, dan biasa saja menanggapi whatsapp nya seperti layaknya pada seorang teman biasa.

Dia pun sering memberikan semangat saat aku mulai memasuki masa-masa sibuk tesis dan sidang. Dan terjadilah suatu kejadian yang konyol saat aku baru selesai sidang, dimana dia tiba-tiba bertanya padaku apakah aku menerima sebuah paket. Usut punya usut ternyata dia mengirimkan kiriman bunga ke alamat rumahku, tapi karena di komplek tempat tinggalku ada dua rumah yang memiliki no rumah yang sama, jadi si kiriman bunga tersebut nyasar ke rumah satunya dan baru berhasil sampai ke rumahku keesokan harinya. Disitu pun aku mulai merasakan bahwa orang ini mungkin memang serius, tapi tetap saja aku hiraukan dia dan aku balas whatsapp nya biasa saja.     

Selepas aku wisuda, aku pun jatuh sakit yang cukup parah, aku terkena TB usus. Ya, bakteri tuberculosis yang menyerang padaku berkoloninya di dalam usus besarku. Alhasil aku harus melakukan pengobatan rawat jalan secara intensif. Tiga kali bulak balik di rawat di rumah sakit, sampai akhirnya akhir tahun 2015 aku dioperasi laparotomy untuk pemotongan usus besar yang terinfeksi oleh bakteri TB. Saat aku mengalami masa-masa sulit tersebut, aku sengaja tidak membalas semua chat nya dan tidak mengabari bahwa aku sakit. Sampai akhirnya dia mengirimkan sebuah surat ke email ku sekitar akhir desember juga untuk mempertanyakan dan memberikan hipotesis kenapa aku tidak membalas chat nya, yang intinya sebenarnya dia menyatakan kembali perasaannya padaku.

Selama proses penyembuhan pun aku jadi berpikir kenapa aku harus menghindarinya, kan cuma teman biasa saja, apa salahnya bercerita. Akhirnya sekitar bulan Januari atau Februari 2016 aku pun menghubunginya hanya untuk memberitahukan kemana diriku selama ini. Tidak ada pikiran sama sekali untuk menikah dalam waktu dekat. Kami pun mulai untuk saling mengchat satu sama lain seperti teman biasa. Namun sekitar bulan April dia pun menyatakan kembali perasaannya dan rencana hidupnya dalam sebuah video yang dia kirimkan ke emailku. Setelah melihat video tersebut, entah harus menjawab apa, hanya yang aku rasakan saat itu adalah merasa ‘spesial’. Dia pun bilang bahwa video ini sama sekali tidak memaksa diriku untuk menjawab secepatnya, dia hanya ingin aku tahu apa rencana hidupnya selama beberapa tahun ke depan, apa visi hidupnya, berasal dari keluarga seperti apa dia. Mungkin hal ini yang akan jadi panduan dia dalam proses penjajakan denganku (ta’aruf).

Aku pun mulai merasa galau saat itu (ciyee galau…), akhirnya aku pun memperlihatkan video ini ke seluruh keluargaku. Mereka semua menyambut positif video tersebut dan mengembalikan semua keputusannya kepadaku. Karena merasa ini adalah sebuah keputusan yang berat untuk diputuskan, akhirnya aku beristikharah sama Allah untuk meminta petunjuk atas keputusan yang harus diambil. Cukup lama juga untuk meyakinkan diri ini karena masih banyak kekhawatiran ke depannya akan sepeti apa. Btw, sebenernya yang mengajukan untuk mengajak menikah bukan cuma dia loh, masih ada yang lain tapi ya memang bukan jodohnya sehingga hati ini tidak digerakkan untuk yakin pada orang-orang tersebut. Masih sambil terus berdoa meminta petunjuk, aku pun mulai mencoba untuk mencari tahu tentang dirinya seperti apa ke orang-orang yang sudah mengenal dia cukup lama, tentang agamanya, sifat-sifatnya, sikapnya kepada orang yang lebih tua, sebaya, dan lebih muda. Beberapa pertanyaan juga aku langsung ajukan ke dia terkait visi misi kehidupannya dalam membangun sebuah keluarga.

Setelah mengumpulkan hasil kepo ke orang-orang, dan jawaban-jawaban yang diberikan orangnya langsung, serta petunjuk dari Allah, lama-kelamaan hati ini tergerak untuk menuju yakin, memang tidak yakin sampai 100%, tapi yang aku yakini adalah insyaAllah lelaki ini yang akan membimbing aku dalam membangun sebuah keluarga untuk terus mendapatkan berkah di dunia dan akhirat, aaamiiin… Kami pun mulai merencanakan acara lamaran yang kemungkinan akan dilaksanakan pada saat dia sudah lulus masternya, sekitar bulan September. Studi masternya selesai sekitar awal Agustus, dan dia akan pulang pada akhir bulan Agustus. Semua persiapan acara lamaran kami bicarakan lewat chat di whatsapp dan sesekali telpon via Line. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar, dan untuk pertama kalinya aku bertemu dia lagi setelah sekitar 1 tahun hanya berkomunikasi lewat aplikasi chatting di HP. Dari penampilannya memang sedikit berbeda dari terakhir kuingat satu tahun lalu, lebih rapi. Tapi tidak pernah terbayangkan bahwa dia nantinya akan jadi pendamping hidup seterusnya. Dia datang ke rumah bersama kedua orangtuanya pada tanggal 4 September 2016 untuk melamar diriku. Hari itu hatiku bener-bener deg-degan karena secara tidak langsung khitbah tersebut menunjukkan bahwa ada seseorang yang dengan tulus meminta diriku kepada orangtuaku untuk diperistrinya. Lagi-lagi disini aku merasa begitu ‘spesial’.

Pada saat lamaran belum ada tanggal pasti kapan kami menikah, dia hanya mengajukan dua waktu antara akhir Desember tahun 2016 atau pertengahan Agustus 2017. Selepas lamaran pun, beberapa hari setelahnya dia pun harus kembali ke Groningen untuk melanjutkan studi ke jenjang S3 karena dia menerima tawaran beasiswa dari Professornya di tempat yang sama. Kami pun melakukan semua persiapan untuk pernikahan lewat jarak jauh lagi. Memang bukan hal yang mudah karena kami terpaut perbedaan waktu selama 5-6 jam, tapi hal ini pasti bisa dilalui toh selama ini kami pun ta’arufan lewat chatting. Ternyata pada kenyataannya tidak segampang itu, karena semua yang seharusnya bisa efisien dilakukan berdua jadi hanya bisa dikerjakan olehku sendiri dengan bantuan dari keluargaku. Bener-bener menguras tenaga, pikiran, dan perasaan (ciee lebay). Semuanya perlu dilakukan dengan kesabaran karena dalam memutuskan segala sesuatunya perlu ditanyakan dulu pendapat dari dia, yang rata-rata bilangnya sih terserah aja, jadi kan bikin bingung sendiri yak. Terlebih lagi hasil rundingan dari keluargaku dan keluarganya yang akhirnya memutuskan untuk melaksanakan pernikahan pada tanggal 25 Desember 2016, hal ini membuat persiapan pernikahan hanya bisa disiapkan dalam waktu kurang dari 3 bulan.

Dari mulai mencari gedung pernikahan yang cukup sulit karena gedung yang strategis dan harganya lumayan cocok pastinya sudah ada yang membooking sejak jauh hari. Alhamdulillah nya masih ada gedung dekat dengan rumahku yang masih bisa dipergunakan pada tanggal tersebut. Mencari vendor-vendor lainnya seperti dekorasi, catering, jasa foto, undangan, semua dikerjakan sendiri dengan bantuan keluargaku setelah dirundingkan juga dengan calon suami. Alhamdulillahnya lagi keluarga calon suami nya tidak terlalu meminta yang aneh-aneh sehingga kami pun mempersiapkan sebagaimana mestinya saja. Alhamdulillah lagi semua persiapan bisa berjalan sesuai rencana sampai pada hari H.

Hari yang ditunggu pun akhirnya datang, Minggu 25 Desember 2016, bertepatan dengan ulang tahun ayahku. Sejak semalam perasaan ini masih belum deg-degan, padahal biasanya kata orang-orang H-1 itu udah semakin deg-degan. Ternyata baru kerasa hati berdebar-debar itu saat di dandanin sama perias dan saat diberitahukan bahwa mobil calon mempelai pria sudah datang. Semakin mendekati acara ijab qabul, hati ini semakin nggak karuan. Terlebih lagi saat prosesi akad nikah aku duduk terpisah dari mempelai pria, jadi hanya bisa menyaksikan sang calon suami berikrar dari jauh. Yang paling berkesan adalah saat calon suami dengan mantap mengucapkan qabul :

Saya terima nikah dan kawinnya Anisah Erika Rahayu binti Pramoe Subekti dengan maskawin 24 gram emas dibayar tunai…

Saat itu muncul perasaan haru, lega, bahagia, khawatir semuanya ada. Haru karena harus berpisah dari orang tua yang selama ini menjagaku selama 24 tahun, lega karena akhirnya dia berhasil mengucapkan qabulnya, bahagia karena akhirnya aku sudah menikah, khawatir karena sekarang aku memiliki tanggung jawab lebih sebagai seorang istri yang harus selalu taat pada suaminya dalam hal kebenaran.

Setelah kami sah menjadi suami istri, akhirnya aku disandingkan dengannya di meja akad nikah, dipakaikannya cincin pernikahan, dan penyelesaian administrasi pernikahan lainnya. Disitu juga untuk pertama kalinya aku memegang tangannya dia, memegang tangan seorang lelaki yang sudah halal bagiku. Sejak pertama kali tangan kami berpegangan, belum pernah terlepaskan sampai kami duduk di pelaminan, bahkan rasanya tidak ingin aku lepaskan sama sekali.

Suamiku, terima kasih karena telah memperjuangkan aku sampai kita bisa bersatu, terima kasih telah benar-benar serius memilihku, terima kasih telah mempercayakan masa depanmu dan anak-anakmu kepadaku, tolong bimbing aku selalu untuk bisa menjadi istri yang salihah, ingatkan aku selalu untuk tetap berada di jalan yang lurus, mari kita sama-sama bangun peradaban keluarga kita yang selalu mengikuti Allah dan Rasul-Nya, semoga pernikahan kita berkah di dunia dan akhirat, sakinah, mawaddah, warahmah. Aaamiin…

Tidak ada yang pernah menyangka akan bertemu jodoh dimana, kapan, saat bagaimana. Orang Bandung bisa berjodoh dengan orang Banjarmasin yang ketemunya di Groningen, beda benua dengan tempat tinggal asal mereka. Benar-benar rencana Allah tidak ada yang tahu pasti.

     

 

Groningen,

26 Oktober 2017

Perjalanan Sekolah Aqmar

Aqmar sudah mulai bersekolah sejak usianya 2 tahun saat kami tinggal di Groningen, Belanda. Apakah tidak terlalu dini? Kami juga tidak tahu sebenarnya patokan yang sesuai untuk memasukkan anak ke sekolah itu umur berapa, ada yang bilang bergantung dari kesiapan anaknya dan pastinya setiap keluarga punya pertimbangannya masing-masing. Disana memang umum untuk memasukkan anak ke peuterspeelzaal (semacam PAUD kalau di Indonesia) saat usia 2 tahun dan saat anak berusia 4 tahun barulah mereka masuk ke Basisschool group 1 setara TK di Indonesia.

Ngapain sih anak umur 2 tahun sekolah? Disana Aqmar bersekolah selama 4 jam dari jam 8.30 sampai 12.30 selama 4 hari (jumlah hari bisa dipilih sesuai ketersediaan jadwal dari sekolah juga). Hah kok lama ngapain aja? Untuk hari pertama Aqmar hanya bersekolah 1 jam, dan di hari kedua 2 jam. Itu pun bisa ditemani oleh ibu atau ayahnya. Hanya saja pada saat Aqmar mulai sekolah itu sedang pandemi jadi kami tidak menemani Aqmar sama sekali karena ada beberapa regulasi covid-19. Apa tidak khawatir dengan Covid saat itu? Tentu saja ada rasa khawatir sebagai orang tua, terlebih lagi anak kecil belum bisa mengerti jika harus pakai masker dan menjaga jarak dengan orang lain. Akan tetapi, kami sudah mempertimbangkan dengan segala resikonya dan dari sekolah pun tetap ada regulasi yang harus dipatuhi selama pandemi dan anak-anak yang sakit tidak diperbolehkan sekolah sampai benar-benar sembuh. Pemerintah pun mendukung dengan memberikan tes gratis bagi masyarakat yang ingin tes Covid baik bergejala ataupun tidak, jadi bisa langsung isolasi mandiri jika memang hasilnya positif. 

Aqmar sedang bermain di sekolah

Apakah  saat pertama sekolah Aqmar gak menangis? Tentu saja dia menangis karena mencari mamanya, tapi para juf (panggilan guru disana) akan mencoba untuk menenangkan mereka atau jika anak tetap menangis juf akan menghubungi  orang tua dan anak boleh dibawa pulang. Penyesuaian Aqmar berlangsung selama satu bulan dan hanya 2x kami ditelpon juf saat Aqmar menangis yang tidak bisa ditenangkan dan saat Aqmar ketiduran. 

Disana kegiatannya apa saja? Anak-anak diberi kebebasan untuk bermain sambil diarahkan belajar sesuai usianya, mendengarkan cerita, makan snack (buah atau sayuran) dan makan siang roti. Anak-anak juga diajarkan untuk mandiri sesuai porsinya. Oh ya untuk masalah makan ini kami harus menginfokan terlebih dahulu kepada gurunya bahwa kami tidak makan daging supaya terhindar dari yang haram, jadi memang sebaiknya kami bilang kalau kami vegan dan mereka bersedia menyesuaikan.  

Aqmar ini cukup lama bisa membaur dengan teman-temannya, selain karena kendala bahasa, Aqmar ini juga termasuk anak yang slow to warm up, jadi butuh penyesuaian sampai dia benar-benar mau bermain. Tetapi jika dia sudah menemukan teman yang klop dia akan tempelin trus teman itu dan dia akan senang sekali bermain dengannya. 
Selain untuk mengajarkan Aqmar bermain dan berteman, kami juga ingin mengenalkan beragam budaya dan ras, dengan harapan nantinya Aqmar bisa bermain dan berteman dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakangnya. 

Aqmar bersama teman-temannya

Aqmar saat hari terakhir sekolah di peuterspeelzaal

Saat kami pulang ke Indonesia, Aqmar kami masukkan ke TK A saat dia usia 4 tahun. Apa tidak terlalu cepat? Tidak juga, karena kami ingin Aqmar bisa beradaptasi dengan lingkungan dan teman-teman di Indonesia. Hal yang patut disyukuri karena Aqmar pernah bersekolah sebelumnya di Belanda, sekolah di TK A ini Aqmar sudah lebih mandiri sehingga dia tidak minta didampingi lagi saat sekolah. Alhamdulillah saat bersekolah di Bandung dia bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Di Bandung pun dia punya teman favoritnya yang selalu dia ceritakan. 

Sekarang saat Aqmar masuk TK B di Surabaya dia sudah bisa beradaptasi lebih cepat dan lebih percaya diri. Yang mengejutkan kami adalah kemampuan dia untuk berteman dengan anak-anak di perumahan kami tinggal. Setiap hari ada saja yang datang untuk mengajaknya bermain, baik anak yg seumuran atau yg lebih besar. Harapan mama semoga Aqmar jadi anak yang sholeh, bisa menempatkan diri dimanapun berada, dan bisa bermanfaat untuk orang sekitar, aamiin..

Aqmar sekolah di TK B

Terimakasih Aqmar sudah belajar mandiri sampai sekarang dan selalu berusaha untuk  bisa beradaptasi dengan segala perpindahan kita dari satu kota ke kota lain.

Mama, Abah, Delfan bangga sama kakak Aqmar ❤️❤️❤️