LDR part 2 berkembang menjadi LDM (Long Distance Marriage) hehe. Yups, kini aku naik level menjadi LDM dengan posisi kami sudah memiliki anak hehe. Jadi ceritanya, di tahun 2018 alhamdulillah kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu nan menggemaskan. Usianya saat itu masih 2 bulan saat suami diharuskan untuk melakukan penelitian di salah satu tempat riset tentang monyet di Rijswijk, salah satu kota di provinsi South Holland. Jadi suami harus bekerja disana selama hari kerja (weekdays) dan baru kembali ke Groningen saat hari libur (weekend). Deng ding deng, tantangan pun dimulai. Gimana ya caranya ngurus bayi 2 bulan sendiri tanpa suami selama weekdays, gak ada orang tua, gak ada sanak sodara, adanya teman seperantauan, mana new mom lagi. Kalo dipikir-pikir sih malah bikin pusing sendiri, tapi setelah dijalani alhamdulillah sih ya bisa-bisa aja terlewati. Selain karena support system dari teman-teman seperantauan yang sangat care, suami pun masih memberikan support nya di hari libur, jadi kami bergantian jaga.
Ternyata drama per-LDM-an ini
belum selesai, puncaknya pada Januari 2019 sang suami harus berangkat ke Ann
Arbor, Michigan untuk melakukan riset juga selama 7 bulan. Wow ujian yang ini
lebih berat nih. Mau ikut gak mungkin karena biaya bawa keluarga kesana mahal
banget. Mau pulang ke Indonesia juga nanti takut ribet lagi dengan segala
administrasi karena kalau spouse/pasangan pekerja/mahasiswa tidak boleh
meninggalkan Belanda lebih dari 6 bulan, nanti izin tinggalnya (verblijf)
bisa hangus/gak berlaku lagi. Ya udah bismillah aja tinggal di Groningen
bersama nak bayi 7 bulan, ditemani oleh mahasiswa yang tinggal bareng satu
rumah dengan kami. Untuk menemani juga akhirnya kami mengundang kakakku untuk
ke Groningen selama 3 bulan (batas visa kunjungan) sekitar akhir Maret sampai
akhir Juni.
Hal yang perlu disyukurinya
adalah ada pengalaman sedikit dengan LDM-LDM sebelumnya, walaupun tantangan
sekarang mesti 24/7 bersama anak bayi yang lagi aktif-aktifnya. Tapi,
alhamdulillah berkat bantuan dari teman-teman perkumpulan mahasiswa, sesama
ibu2 perantau yang memiliki anak juga, dan tentunya bantuan dari kakakku, semua
bisa terlewati.
Satu bulan awal benar-benar
penyesuaian yang cukup sulit. Aku harus bisa membagi waktu supaya tetap punya
waktu istirahat yang cukup dan bisa menjaga dan membersamai Aqmar dengan fokus
saat siang hari. Untungnya disana banyak mahasiswa Indonesia yang turut serta
membawa keluarganya, sehingga banyak anak-anak yang seumuran dengan Aqmar.
Setiap hari aku buat jadwal untuk playdate bersama temannya Aqmar, bisa
dirumah kami, dirumah temannya, atau di taman bermain (speeltuin).
Beruntungnya lagi adalah akses fasilitas publik yang sangat bagus, dekat, dan
tersedia di beberapa tempat. Untuk bepergian pun sangat dipermudah dengan
adanya public transport yaitu bus, atau kami terbiasa dengan berjalan
atau bersepeda, hanya saja aku belum cukup berani untuk membawa Aqmar
diboncengan karena posisi sepeda yang cukup tinggi.
Tentunya selama masa LDM-an ini
aku dan suami selalu meluangkan waktu untuk melakukan video call. Kami
selalu saling menanyakan kegiatan masing masing dan suami bertanya juga
mengenai perkembangan Aqmar. Suami pun sedih karena dia melewatkan masa
perkembangan Aqmar dari merangkak sampai belajar jalan. Tapi kami selalu
berusaha saling menguatkan satu sama lain supaya tetap semangat menjalani
keseharian.
7 bulan pun tak terasa (padahal
buat yang ngejalaninnya kerasa bangeet 😝) sudah berlalu, sekitar
tgl 21 Agustus akhirnya pak suami pulaang, yeeeeyyy. Suami takjub dengan
perubahan dan perkembangan Aqmar setelah 7 bulan, dari yang tadinya masih belum
bisa merangkak lalu jadi bisa berjalan bahkan bisa mengoceh.
Jadi tips dari aku selama
menjalani LDM part 2 ini adalah :
1. Bener-bener
harus cari support system lain yang bisa membantu, bisa itu tetangga,
komunitas, atau saudara yang memang bisa diajak untuk menemani sementara.
2. Tetap
saling support dan menyemangati pasangan, karena ini pasti berat banget buat
dua-duanya, tapi tetep harus dijalani kan, jadi harus sama-sama bersemangat.
3. Jalin
komunikasi yang terbuka, cerita apapun kejadian hari itu, apa yang bikin
seneng, sedih, kecewa, bahagia.
4. Kalau
udah ada anak, sering sering kasih video perkembangan anak, jadi suami gak
ketinggalan momen penting dalam hidupnya dengan melihat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
5. Ikuti
komunitas di sekitaran rumah, kegiatan rutin yang ada di komunitas, membuat
kita tetep bisa punya waktu untuk bergaul dan mengobrol dengan sesama ibu ibu
yang sefrekuensi dan anak pun bisa punya teman main.
Setelah LDM ini ternyata masih
dilanjut dengan LDM weekdays, karena suami masih melanjutkan penelitian
yang di Rijswijk. Akhirnya suami harus bolak balik Delft (suami tinggal disini
saat weekdays)-Groningen selama 2 tahun dan Aqmar hanya bisa bertemu
abahnya saat weekend saja. Kami menyiasati keadaan ini dengan tetap
meluangkan waktu bersama untuk quality time sekeluarga, melakukan
kegiatan yang sama-sama kami sukai, berjalan-jalan ke tempat yang belum pernah
kami kunjungi sambil menguatkan bonding di dalam keluarga kami.
Hargai dan syukuri apa yang sudah
kamu dapatkan hari ini, karena esok belum tentu kamu dapatkan lagi.
No comments:
Post a Comment