Tuesday, 22 August 2023

LDM (LDR part 2)

LDR part 2 berkembang menjadi LDM (Long Distance Marriage) hehe. Yups, kini aku naik level menjadi LDM dengan posisi kami sudah memiliki anak hehe. Jadi ceritanya, di tahun 2018 alhamdulillah kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang lucu nan menggemaskan. Usianya saat itu masih 2 bulan saat suami diharuskan untuk melakukan penelitian di salah satu tempat riset tentang monyet di Rijswijk, salah satu kota di provinsi South Holland. Jadi suami harus bekerja disana selama hari kerja (weekdays) dan baru kembali ke Groningen saat hari libur (weekend). Deng ding deng, tantangan pun dimulai. Gimana ya caranya ngurus bayi 2 bulan sendiri tanpa suami selama weekdays, gak ada orang tua, gak ada sanak sodara, adanya teman seperantauan, mana new mom lagi. Kalo dipikir-pikir sih malah bikin pusing sendiri, tapi setelah dijalani alhamdulillah sih ya bisa-bisa aja terlewati. Selain karena support system dari teman-teman seperantauan yang sangat care, suami pun masih memberikan support nya di hari libur, jadi kami bergantian jaga.

Ternyata drama per-LDM-an ini belum selesai, puncaknya pada Januari 2019 sang suami harus berangkat ke Ann Arbor, Michigan untuk melakukan riset juga selama 7 bulan. Wow ujian yang ini lebih berat nih. Mau ikut gak mungkin karena biaya bawa keluarga kesana mahal banget. Mau pulang ke Indonesia juga nanti takut ribet lagi dengan segala administrasi karena kalau spouse/pasangan pekerja/mahasiswa tidak boleh meninggalkan Belanda lebih dari 6 bulan, nanti izin tinggalnya (verblijf) bisa hangus/gak berlaku lagi. Ya udah bismillah aja tinggal di Groningen bersama nak bayi 7 bulan, ditemani oleh mahasiswa yang tinggal bareng satu rumah dengan kami. Untuk menemani juga akhirnya kami mengundang kakakku untuk ke Groningen selama 3 bulan (batas visa kunjungan) sekitar akhir Maret sampai akhir Juni.

Hal yang perlu disyukurinya adalah ada pengalaman sedikit dengan LDM-LDM sebelumnya, walaupun tantangan sekarang mesti 24/7 bersama anak bayi yang lagi aktif-aktifnya. Tapi, alhamdulillah berkat bantuan dari teman-teman perkumpulan mahasiswa, sesama ibu2 perantau yang memiliki anak juga, dan tentunya bantuan dari kakakku, semua bisa terlewati.

Satu bulan awal benar-benar penyesuaian yang cukup sulit. Aku harus bisa membagi waktu supaya tetap punya waktu istirahat yang cukup dan bisa menjaga dan membersamai Aqmar dengan fokus saat siang hari. Untungnya disana banyak mahasiswa Indonesia yang turut serta membawa keluarganya, sehingga banyak anak-anak yang seumuran dengan Aqmar. Setiap hari aku buat jadwal untuk playdate bersama temannya Aqmar, bisa dirumah kami, dirumah temannya, atau di taman bermain (speeltuin). Beruntungnya lagi adalah akses fasilitas publik yang sangat bagus, dekat, dan tersedia di beberapa tempat. Untuk bepergian pun sangat dipermudah dengan adanya public transport yaitu bus, atau kami terbiasa dengan berjalan atau bersepeda, hanya saja aku belum cukup berani untuk membawa Aqmar diboncengan karena posisi sepeda yang cukup tinggi.

Tentunya selama masa LDM-an ini aku dan suami selalu meluangkan waktu untuk melakukan video call. Kami selalu saling menanyakan kegiatan masing masing dan suami bertanya juga mengenai perkembangan Aqmar. Suami pun sedih karena dia melewatkan masa perkembangan Aqmar dari merangkak sampai belajar jalan. Tapi kami selalu berusaha saling menguatkan satu sama lain supaya tetap semangat menjalani keseharian.

7 bulan pun tak terasa (padahal buat yang ngejalaninnya kerasa bangeet 😝) sudah berlalu, sekitar tgl 21 Agustus akhirnya pak suami pulaang, yeeeeyyy. Suami takjub dengan perubahan dan perkembangan Aqmar setelah 7 bulan, dari yang tadinya masih belum bisa merangkak lalu jadi bisa berjalan bahkan bisa mengoceh.

Jadi tips dari aku selama menjalani LDM part 2 ini adalah :

1.       Bener-bener harus cari support system lain yang bisa membantu, bisa itu tetangga, komunitas, atau saudara yang memang bisa diajak untuk menemani sementara.

2.       Tetap saling support dan menyemangati pasangan, karena ini pasti berat banget buat dua-duanya, tapi tetep harus dijalani kan, jadi harus sama-sama bersemangat.

3.       Jalin komunikasi yang terbuka, cerita apapun kejadian hari itu, apa yang bikin seneng, sedih, kecewa, bahagia.

4.       Kalau udah ada anak, sering sering kasih video perkembangan anak, jadi suami gak ketinggalan momen penting dalam hidupnya dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan anak.

5.       Ikuti komunitas di sekitaran rumah, kegiatan rutin yang ada di komunitas, membuat kita tetep bisa punya waktu untuk bergaul dan mengobrol dengan sesama ibu ibu yang sefrekuensi dan anak pun bisa punya teman main.

Setelah LDM ini ternyata masih dilanjut dengan LDM weekdays, karena suami masih melanjutkan penelitian yang di Rijswijk. Akhirnya suami harus bolak balik Delft (suami tinggal disini saat weekdays)-Groningen selama 2 tahun dan Aqmar hanya bisa bertemu abahnya saat weekend saja. Kami menyiasati keadaan ini dengan tetap meluangkan waktu bersama untuk quality time sekeluarga, melakukan kegiatan yang sama-sama kami sukai, berjalan-jalan ke tempat yang belum pernah kami kunjungi sambil menguatkan bonding di dalam keluarga kami.

 

Hargai dan syukuri apa yang sudah kamu dapatkan hari ini, karena esok belum tentu kamu dapatkan lagi.

No comments:

Post a Comment